Jumat, 17 Agustus 2012

RESENSI FIKSI


MAHLIGAI CINTA FIRDAUS
1.      Latar Belakang Karya
1.1    Judul                               :           Mahligai Cinta Firdaus
1.2    Penulis                            :           Moon El-Faqir
1.3    Penerbit                         :           Hikmah (PT Mizam Publika)
1.4    Tahun Terbit                  :           Mei 2009 (Cetakan pertama)
1.5    Tebal Karya                    :           Vii ­+ 342 halaman
1.6   Gambar Kulit                   :           Menggambarkan seorang wanita yang                                                         berjilbab  dengan khayalan berkunjung                                                         ke sebuah mesjid melewati jurang yang                                                             sangat   curam untuk bertemu dengan                                                          nabi Muhammad dan bunda Aisyah. 
1.7   Tema                               :           Kesengsaraan Membawa Nikmat
1.8   ISBN                                 :           978-979-19645-3-1
1.9   Sinopsis                           :
            Noor Najmy Laila, hanya seorang gadis lugu yang bercita-cita menjadi seorang guru. Najmi tinggal di daerah Kabupaten Bekasi, kampung Cibarusuh. Seperti kebanyakan gadis di desanya, Najmy dinikahkan saat usianya baru beranjak 14 tahun dengan seorang ustadz, Raden Ahmad Noor yang telah berumur dua puluh Sembilan tahun. Dalam perkawinanya, Najmy memperoleh tiga buah hati, dia adalah Raden Noor Fauziah , Raden Noor Muhammad Fuady dan Raden Ummaniyah Saida. Kedua orang tua Najmi, Hindun dan Raden Mukhtar Arief Mustafah telah meninggal sejak Najmi berusia empat puluh tahun. Saudaranya, Sofiah kakak tertua dan Adawiyah adik perempuan satu-satunya, serta Juwaeni, Baharuddin dan si bungsu Zulfaz yang merupakan adik laki-lakinya.
Ketika berbagai cobaan yang tak henti-hentinya mengikis ketegarnnya,   Najmy senantiasa teringat akan mimpinya di suatu malam, mimpi yang mampu membakar spiritnya hingga kini, mimpi itu tidak akan pernah Najmy lupakan walau sekarang tiga puluh lima tahun sudah berlalu. Mimpi itu menggambarkan bahwa dia telah menyusuri suatu jembatan maut yang curam. Setelah sampai di tepi jembatan, Najmi melihat sebuah cahaya, seperti cahaya lampu lentera. Di tepi jembatan itu dia melihat sebuah taman indah dan luas dalam Al-Qur’an tentang pesona firdaus. Di tempat itu dia melihat sebuah mesjid yang bercat putih. Berapa menit Najmi berdiri dihadapan mesjid itu, dia melihat sosok yang tak pernah dia lihat diikuti seorang wanita yang sangat asing baginya, dia adalah Nabi Muhammad dan bunda Aisyah.
            Setelah tiga hari pernikahan, Najmi dibawah pindah ke rumah orang tua suaminya, Nyai Raden Siti Khalifa dan Kiai Raden Achmad, namun Kiai Raden Achmad telah meninggal ketika suami Najmi masih kecil. Rumah itu  persis terletak di belakang Mesjid Al-Mujahidin. Semenjak Najmi tinggal seatap dengan mertuanya, Najmi banyak menghadapi dilema. Ibu mertuanya lebih banyak menunjukkan sikap benci , kesal dan terkadang kasar, ditamabah Najmi harus ikut mencari nafkah karena suaminya tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, padahal suaminya telah menjadi pegawai tetap ditambah pendapatannya mengajar sebagai guru di Madrasah. Ketika Najmi tak tahan dengan tekanan dan makian dari ibu mertuanya, Najmi terkadang pulang kerumah orang tuanya hanya untuk  meminta nasihat agar hatinya bisa terhibur. Kesengsaraan Najmi yang paling sakit yaitu pada saat Najmi hamil pertama, suaminya, Noor tidak pernah memberinya uang nafkah untuk belanja sehari-hari. Jangankan untuk mencukupi kebutuhannya sebagai istri, untuk membeli beras, lauk-lauk dan kebutuhan rumah tangga pun, tak pernah najmi terima. Ditengah kehidupan yang amat menyiksa. Dalam keadaan hamil muda, Najmi mendapat panggilan ke Bekasi untuk mengikuti tes ujian masuk calon guru agama.  Setelah Najmi diangkat menjadi pegawai negeri, dia tak pernah menerima gaji karna tanpa sepengetahuannya gajinya diambil oleh suaminya. Ketika ditanya, suaminya hanya berkata bahwa uang itu digunakan untuk mengganti biaya pernikahan di kantor Dapartemen Agama.
            Najmi meretas takdirnya dengan kepasrahan dan hati tersenyum. Kelahiran anak pertamanya, Saidah membuat Najmi melipatgandakan kesabaran demi kebahagiaan anaknya. Najmi sangat bersyukur karena kehadiran anak pertamnya membuat mertuanya sedikit demi sedikit berubah terhadapnya. Walaupun mertuanya hanya menyayangi cucunya tapi dia tetap bersyukur atas perubahan sikap mertuanya. Setelah Saidah tumbuh lebih dari dua tahun, Najmi melahirkan lagi seorang anak lelaki, Fuady.
Saat najmi mengajar, kedua anaknya dititipkan kepada orang tuanya. Tahun ketujuh penikahan Najmi memperoleh seorang anak perempuan, Fauziah. Ketiga buah hati Najmi tumbuh kian besar, bertambah pula catatan jumlah utang yang menjadi beban, akhirnya Noor memulai tugas barunya di Kacamatan Cabang Bungin yang letaknya sangat jauh dari rumah dan hanya pulang dua sampai tiga minggu sekali kerumah.
            Sudah hampir sebulan Noor tidak pulang, hingga suatu malam suaminya pulang juga. Najmi merasakan keanehan sikap suaminya, suaminya tidak menunjukkan rasa rindu padanya dan anak-anaknya. Hingga Terbit matahari Noor berkata pada Najmi bahwa Noor ingin mengajak Najmi ikut bersama Noor bertugas di tempat kerjanya, tapi Najmi menolak. Ternyata keinginan suami Najim mengajaknya ikut bersama, karna Noor ingin menikah lagi dengan seorang wanita yang akan melunasi hutang-hutang dan memberikannya rumah. Sebenarnya Najmi  tidak mau mengizinkan suaminya menikah lagi tapi karna Noor mangancam akan mengubur dirinya hidup-hidup maka dengan terpaksa Najmi member izin kepada suaminya. Sebelum  akad pernikan Noor dengan wanita lain, Noor berpesan kepada Najmi agar tidak memberitahukan ke pada siapun tentang perkawinan ini. Najmi hanya dapat bertawaqal dan melaksanakan shalat serta membaca Al-Qur’an untuk menenangkan hatinya yang sedang lemah ini. Tak lebih dari seminggu perkawinan Noor yang telah pergi dengan istri keduanya, Najmin dipanggil pulang oleh orang tuanya, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu tentang perkara ini.
            Najmi tak menyangka dalam keadaan dimadu, Najmi mengalami kehamilan yang keempat. Ketika usia kehamilannya memasuki tiga bulan najmi mengalami keguguran. saat itu Noor tidak berada dirumah, Najmi berada dirumah ibunya dan hanya ibunya yang pontang-panting menolongnya. Setelah beberapa hari beristirahat setelah terjadinya keguguran itu, Najmi kembali sehat dan kembali mengurus anak-anaknya. Najmi mengajarkan anak-anaknya ilmu agama sesuai dengan pengetahuannya. Setelah Faudy berusia tujuh  tahun dia dimasukkan ke sekolah dasar, baru saja tiga bulan Faudy bersekolah ,dia terpilih menjadi juara lomba membaca dan menulis. Lain halnya Saidah  memiliki kecerdasan menghafal Al-Qur’an. Suatu hari Najmi menemukan sebuah surat di baju suaminya, surat itu dari istri keduanya yang meminta bercerai karna Noor telah menikah lagi dengan wanita yang lebih kaya dari istri keduanya, dia adalah Rohani. Saat Noor pulang, Najmi langsung menyampaikan keinginanya untuk bercerai tapi Noor menolak mentah-mentah dan meminta Najmi untuk lebih bersabar. Najmi menangis mendengar jawaban Noor, seketika Najmi teringat kembali pesona senyum rasul dalam mimpinya. Hingga suatu hari Najmi terkena penyakit mata, di bagian kornea matanya ada nanah muncul.
Dua bulan kemudian Najmi hamil lagi dan untuk kedua kalinya Najmi mengalami keguguran. Setelah beberapa minggu kejadian keguguran itu Najmi telah menyelesaikan pendidikan dan dinyatakan lulus meraih ijazah persamaan tingkat SMU. Di kantor tempat kerja Najmi ada seorang pria yang mengaku mengagumi Najmi, dia adalah Pak Mulyadi. Kekaguman Pak Mulyadi terhadap Najmi terdengar sampai ketelinga Noor. Noor sangat marah, Noor mengira permintaan istrinya untuk bercerai karna lelaki itu. kakak Najmi, sofie yang mendengar cerita kepedihan adiknya meminta Najmi untuk bercerai dari Noor, tapi Najmi menolak.
Tanpa diduga Noor kembali kerumah Najmi dan memeberi kabar bahwa dia telah bercerai dari Rohani. Najmi merasa lega kini istri yang dimiliki Noor hanyalah dirinya. Baru sebentar Najmi meraskan kebahagiaan, Najmi diterpa bencana, Najmi dilarikan kerumah sakit Bayu Karta di Karawang karna penyakit dimatanya semakin parah, untung saja kakak Noor, Kak Fatma dan Kak Maryam beserta mertuanya dengan senang hati membiayai perawatan Najmi dirumah sakit. Beberapa bulan setelah peristiwa itu, ibu mertua Najmi jatuh sakit dan meninggal dunia disusul oleh kedua orang tua Najmi yang meninggal dengan penuh senyuman.
Ditengah kehidupan keluarga Najmi, kini telah hadir enam orang anak. Selain Saidah, Fuady, Fauziah, Marjan, ada kedua adiknya Sofar dan Ulya yang tumbuh saling berdekatan. Fuady melanjutkan pendidikanya di perguruan tinggi di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta di Ciputat dan kini Fuady telah di Wisuda. Fuady bekerja sebagai dosen di Universitas 45 Bekasi juga mengajar di Sekolah Tinggi Ilmi Ekonomi Perbanas, Kuningan Jakarta, sedangkan Noor suami Najmi masih sibuk berdakwah dari mesjid ke mesji lainnya. Untuk memenuhi hasrat najmi mengajar, Fuady mendirikan Lembaga Pendidikan tempat Najmi menyalurkan cita-cita dan kemampuan mengajarkan  ilmu-ilmu agama. Saidah pun juga ikut mengajar, bahkan anak-anak Najmi yang baru lulus perguruan tinggi, menjadi perintis berdirinya Sekolah Karakter Tunas Indonesia. Najmi dan anak-anaknya lebih banyak mengajar di sekolah Diniyah dan TK-Qur’an yang dia kelolah bersama anak-anaknya.
Setelah berapa lama Fuady bekerja, Najmi, Saidah dan Noor diberangkatkan ke tanah suci menunaikan ibadah umrah atas biaya anaknya, Fuady. Tahun berikutnya, Noor meskipun dalam keadaan sakit , atas dukungan Fuady, Noor berangkat ibadah haji dengan  fasilitas ONH plus. Setahun setelahnya, fuady terpilih sebagai ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor dan lima tahun berlalu Fuady terpilih menjadi Sekertaris Jendral Gerakan Pemuda Ansor.
Kini walaupun Noor terbaring sakit dan sudah berulang kali mengalami perawatan khusus cuci darah , Noor masih menunjukkan spirit dakwahnya memimpin shalat jumat dan berkhutbah. Dalam keadaan seperti  ini Noor tak pernah berhenti merokok. Hingga suatu hari Marjan, anak Najmi memanggilnya karna dia melihat ayahnya tidak bergerak dan sangat kaku. Najmi mengira suaminya mengalmi pingsan. Ternyata setelah dihubungi dokter, dokter menjelaskan bahwa Noor telah menghadap sang khaliknya.
Semalam Noor meminta Najmi  tidur disisnya dan Noor ingin sekali menghubungi anak-anaknya. Terutama Fauziah yang berada di Palembang. Najmi melihat keringat dingin membasahi dahi suaminya, Najmi mengira itu hanya reaksi obat dan makanan dan saat senja tiba Noor meminta najmi untuk dibersihkan oleh istrinya sendiri karna ia ingin buang hajat di kamar mandi. Selama tiga hari terakhir Noor menginginkan buang air kecil tetapi tak setetes urin pun keluar. Ternya sata Noor meninggal, Najmi baru menyadari bahwa selama tiga hari ini suaminya berusaha mensucikan dirinya sebelum pagi hari meninggal.
Hingga hari ketujuh Noor meninggal, Najmi teringat perkataan suaminya, bahwa suaminya telah bermimpi rumahnya telah berubah menjadi istana yang megah, di dalam rumah itu Noor melihat kedua orang tuanya yang telah wafat dan juga kakak-kakaknya yang telah pergi. Najmi terus mencari tahu maksud dari mimpi suaminya dan mimpinya dimasa lalu. Semoga saja dengan menyerahkan ke haribaannya, segala takdir dan kasih sayangnya, suaminya memasuki kehidupan yang abadi dalam kebahagiaan dan semoga saja mahligai surga Firdaus menjadi istana persinggahan abadinya, hingga Najmi menyusulnya kelak.
            1.10   Tujuan Pengarang         :           Penulis ingin menyampaikan kepada                                                                         pembaca bahwa seberat apapun ujian                                                                      menghadang   seseorang, kita sebagai                                                                      hamba    tak    boleh   berputus    asa                                                                        melainkan     meningkatkan    semangat                                                                   untuk mencari kebahagiaan.
2.      Jenis Buku
Karya ini adalah jenis karya fiks yaitu sebuah novel yang menceritakan tentang kehidupan seseorang yang terus mengalami kesengsaraan namun akhirnya mencapai sebuah kebahagiaan.


3.      Nilai Buku
3.1   Kelebihan Karya
a.      Tema
Tema yang digunakan sangat menarik karna mampu memberikan gambaran kisah hidup seorang hamba yang selalu mendapat cobaan, tapi dengan adanya ketabahan yang sangat luar biasa  dia bisa menjalani hidup dengan senyuman yang hingga pada akhirnya memperoleh kebahagiaan.
b.      latar
1)      Latar tempat   :
Dalam karya ini latar tempat diceritakan secarah jelas.
a)      Rumah Najmi di Kampung Cibarusah, Bekasi
“sajak lahir Najmi tak pernah meninggalkan kampung Cibarusah, Bekasi yang penuh kenangan ini”. (Halaman 52)
b)      Rumah orang tua Raden Ahmad Noor
“setelah tiga hari pernikahan, Najmi dibawah panda kerumah orang tua Noor yang terletak persis debelakang Mesjid Al-Mujahidin”. (Halaman 99)
c)      Tempat kerja Noor yang baru di Kacamatan Cabang Bungin
“Noor memulai tugas barunya di Kacamatan Cabang Bungin. dalam sepekan, dia hanya pulang dua sampai tiga hari kerumah”. (Halaman 120)


d)      Rumah sakit Bayu Karta di Karawang
“Beruntunglah kak Fatma kakak Noor membawa kendaraan sedan dan segera membawaku ke rumah sakit Bayu Karta di Karawang”. (Halaman 239)
e)      Perguruan Tinggi Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta di Ciputat
“Selepas lulus Aliyah, Fuady meminta izin kepada Najmi untuk mengikuti tes perguruan tinggi di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta di Ciputat”. (Halaman 269)
f)       Universitas 45 Bekasi dan Sekolah Tinggi Ilmi Ekonomi Perbanas, Kuningan Jakarta.
“Faudy bekerja sebagai dosen di Universitas 45 Bekasi juga mengajar di Sekolah Tinggi Ilmi Ekonomi Perbanas, Kuningan Jakarta,” (Halaman 290)
g)      Kota Palembang
“Saat itulah Noor masih berusaha menghubungi anak-anaknya. Terutama Fauziah yang berada di Palembang”. (Halaman 331)
2)      Latar Suasana
a)      Menyedihkan
“Ibu mertua Najmi lebih banyak menunjukkan sikap benci, kesal dan terkadang kasar kepadanya”. (Halaman 100)
b)      Mengecewakan
“Maksud akang mau menikah lagi? “lirih najmi menahan pedih dan perasaan kecewa”. (Halaman 127)
c)      Menyenangkan
“Najmi, Saidah dan Noor diberangkatkan ke tanah suci menunaikan ibadah umrah atas biaya Fuady”. (Halaman 296)
3)      Latar Waktu
a)      Terbit Fajar
“Hingga terbit fajar, Najmi masih mengenang mimpi semalam”. (Halaman 17)
b)      Malam Hari
“Saat malam tiba, Najmi selalu minta diantar oleh suaminya meskipun sekedar ke kamar mandi”. (Halaman 100)
c)      Siang Menjelang Soreh
“Sering kulihat ibu mertuaku yang sudah tua pergi ke luar rumah, ia pergi di pagi hari dan baru siang menjelang soreh sampai di rumah”. (Halaman 104)

c.       Penokohan dan Perwatakan
Setiap tokoh dalam karya ini digambarkan secara jelas oleh penulis.
1)      Noor Najmy Laila yaitu seorang istri yang memiliki rasa ketabahan yang sangat luar biasa, penyayang, berani, pintar dan tidak mudah putus asa.
2)      Raden Ahmad Noor yaitu seorang suami yang pintar, pekerja keras, dan bertanggung jawab.
3)      Juwaeni yaitu seorang anak yang pintar, penyabar dan baik hati.
4)      Baharuddin  yaitu seorang anak yang pintar dan bertanggung jawab.
5)      Zulfaz  yaitu seorang anak yang penurut dan baik hati.
6)      Adawiyah yaitu seorang anak yang penurut dan penuh kasih sayang.
7)      Sofiah yaitu seorang anak yang tegas,pemberani,keras kepala dan penyayang.
8)      Hindun  yaitu seorang ibu yang penyayang, pekerja keras, sabar dan penuh tanggung jawab.
9)      Raden Mukhtar Arief Mustafah yaitu seorang ayah yang sangat lemah lembut, pengertian dan baik hati.
10)  Raden Noor Fauziah yaitu seorang anak yang lembut,penurut dan pintar.
11)  Raden Noor Muhammad Fuady yaitu seorang anak yang pintar,baik hati, penurut, penyayang dan bertanggung jawab.
12)  Raden Ummaniyah Saida seorang anak yang pintar dan shaleh.
13)  Nyai Raden Siti Khalifa yaitu seorang mertua sekaigus ibu yang cuek, agak kasar dan sayang kepada cucu-cucunya.
14)  Fatma yaitu seorang kakak yang baik dan penyayang.\

d.      Amanat
Dalam karya ini, penulis berhasil menyampaikan amanat cerita kepada pembaca melalui beberapa  kejadian dan beberapa tokoh dalam karya.
    Amanat yang dapat dipetik dari sebuah mahakarya novel Mahligai   Cinta Firdaus  ini yaitu:
1)      Kita haruslah lebih peka terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di sekeliling kita. Kita harus menganggapnya tidak biasa sehingga timbullah rasa ingin tahu akan sebabnya. Dari sinilah jiwa kesabaran kita akan tumbuh dan makna hidup akan lebih terasa.
2)      Kita harus lebih menghargai hidup dan tidak menyianyiakan detik dalam hidup hanya untuk sesuatu yang tak bermanfaat.
3)      Hidup untuk belajar, itulah makna yang paling menonjol dalam novel ini. Kita juga tak boleh melupakan sejarah sebab dari sanalah kita dapat mengambil pelajaran dari berbagai perubahan di tiap zaman. Sebab dari pelajaran inilah kita mendapatkan kemampuan untuk mengubah dan menghadapi hidup dengan lebih baik.

e.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunaka dalam karya ini yaitu sudut pandang orang pertama, karena cerita yang digambarkan dalam karya ini diceritakan oleh penulis sendiri dan penulis merupakan tokoh utama dalam cerita sehingga tokoh utama dalam karya dengan cepat diketahui.

f.        Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan karya ini adalah gaya bahasa yang mudah dimengerti Pengarang juga menambahkan  beberapa kata, kalimat dan hadist yang indah dan inspiratif.

3.2     Kelemahan Karya
a.      karya ini menggunakan alur campuran (alur maju-mundur).
Alur maju sebab menggunakan urutan cerita yang terus maju yang berarti menggunakan alur maju, namun pada bagian-bagian tertentu menceritakan kembali kejadian yang telah lalu  yang menggunakan alur mundur. Sehingga pembaca terkadang sulit mengerti isi bacaan karena adanya kejadian-kejadian masa lampau.
b.      Karya ini tidak menjelaskan bagaimana asal kejadiannya Fauziah berada di Palembang.
c.       Pengarang tidak memberikan penjelasan secara rinci tentang akhir hidup beberapa tokoh. Misalnya, pada kematian Kiai Raden Achmad, ayah Raden Ahmad Noor.
d.      Pengarang tidak menjelaskan secara rinci kelahiran anaknya yang ketujuh dan kedelapa, Sofar dan Ulya.
e.      Pengarang tidak menjelaskan secara rinci kehadiran Rohani isrti ketiga Raden Ahmad Noor.
f.        Pengarang tidak menjelaskan alasan Raden Ahmad Noor menceraikan istri ketiganya.

            Karya yang inspiratif ini dapat dibaca oleh semua kalangan karna mengingat isi karya ini mengandung banyak amanah yang menjadi pelajaran hidup sekaligus melipatgandakan semangat baru bagi siapa pun yang berputus asa dan mencari kebahagiaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut