Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid yang pokok adalah :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau mabda. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir.
2. Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat, Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.
Ketiga ruang lingkup di atas terangkum dalam pembahasan rukun iman.1
Munculnya Sebuah Keyakinan Beragama
Ilmu tauhid adalah sebuah ilmu untuk mengenal Allah SWT dalam arti untuk mengetahui menyakini bahwa Allah adalah maha pencipta alam semesta dan tidak ada yang menyekutukanya. Secara historis menyatakan bahwa tauhid telah ada sejak lama dengan adanya sejarah Nabi Adam dan penerusnya. Dari hal tersebut terbukti dengan adanya manusia yang mendiami bumi telah percaya, yakin bahwa Allah SWT itu Esa .
Ilmu tauhid adalah sebuah ilmu untuk mengenal Allah SWT dalam arti untuk mengetahui menyakini bahwa Allah adalah maha pencipta alam semesta dan tidak ada yang menyekutukanya. Secara historis menyatakan bahwa tauhid telah ada sejak lama dengan adanya sejarah Nabi Adam dan penerusnya. Dari hal tersebut terbukti dengan adanya manusia yang mendiami bumi telah percaya, yakin bahwa Allah SWT itu Esa .
Semua Nabi yang berjumlah 25 itu semuanya mengajarkan kepada umatnya tentang arti penting beragama serta melakukan kebaikan dan ketauhidtan terhadap sang pencipta jagat alam raya dengan mengajarkan kaidah-kaidah keyakinan yang bersifat tunggal yaitu Allah SWT.
Demensi lain dari agama adalah dengan cara hidup seseorang di muka bumi dann untuk mengenal demensi keyakinan dalam beragama diperlukan metode dan sejarah. Maka mengetahui pertumbuhan dan perkembangan keyakinan dalam beragama. Maka diperlukan tinjauan dari beberapa aspek yang membawa nilai positif, yang diantaranya telah di naskan oleh Allah SWT yang ditunjukan dengan ayat al Qur'an. Dalam surat Al Baqarah ayat 213 :
Artinya : "Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepadajalan yang lurus".
Sejarah telah membuktikan bahwa nabi-nabi telah menyatukan manusia dan hanya di utus untuk melakukan kebaikan dan untuk memurnikan akal pikiranya. Dari kekuatan akal dan pola pikir yang diajarkan oleh para nabi akan dapat menimbang baik dan buruk karena mereka diberi petunjuk oleh Allah .
2. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim
Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama. Setelah ia beranak cucu banyak, ia ditugaskan Allah menjadi Nabi kepada anak cucunya. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya secara murni sehingga merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang meng-Esakan Allah SWT.
Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama. Setelah ia beranak cucu banyak, ia ditugaskan Allah menjadi Nabi kepada anak cucunya. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya secara murni sehingga merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang meng-Esakan Allah SWT.
Karena fitrah manusia yang suka dipimpin dan diatur, jika pemimpinya sudah tidak ada lagi atau wafat. Maka kehilangan pemimpin itu mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari ajaran yang lurus menjadi keadaan yang tidak teratur dan tidak terkendali. Sehingga Allah membangkitkan atau mengutus kembali Nabi-nabi setelah Nabi Adam wafat untuk menuntun dan memimpin umat manusia.
Seperti halnya umat Nabi Adam, setelah wafat olehnya maka umatnya kocar kacir tidak berketentuan, porak-poranda sepeninggal beliau. Maka Allah mengutus Nabi Nuh sebagai pengatur dan pemimpin umat manusia setelah nabi Adam. Sehingga Nabi Nuh disebut sebagai bapak atau nenek moyang kedua.
Kemudian sepeninggal Nabi Nuh, umat kehilangan pemimpin lagi dan kacaulah kembali. Hingga Allah mengutus Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim selain mengajarkan tauhid juga mengajarkan syariah, yang diantaranya disyariatkan dalam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara syariah Ibrahim dan syariah Muhammad. Diantara Nabi Ibrahim dan Muhammad. Allah juga mengutus banyak Nabi yang dinataranya adalah Nabi Musa dan Isa AS.
3. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Rasulullah
Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah ditugaskan untuk mengembalikan dan memimpin umat kepada tauhid, mengakui ke-Esaan Allah SWT dengan ikhlas dan semurni-murninya, seperti apa yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Ibrahim dahulu. Agama yang sebenarnya tidak asing lagi bagi bangsa Arab. Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu seperti apa yang telah digariskan dalam al Qur'an dan Hadits.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah ditugaskan untuk mengembalikan dan memimpin umat kepada tauhid, mengakui ke-Esaan Allah SWT dengan ikhlas dan semurni-murninya, seperti apa yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Ibrahim dahulu. Agama yang sebenarnya tidak asing lagi bagi bangsa Arab. Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu seperti apa yang telah digariskan dalam al Qur'an dan Hadits.
Segala sifat-sifat Allah sudah terkandung dalam al Qur'an sehingga di masa Rasul tidak ada orang yang menanyakannya. Karena mereka sudah jelas dalam hal tersebut. Mereka hanya menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, amal shaleh, dan lain-lain. Mereka semua sepakat menetapkan bahwa sifat-sifat Allah itu Azali, yaitu : Qudrat, Iradah, Ilmu, Hayyat, Sama', Bashar, Kalam, dan lain-lain.
Dalam masa nabi belum terjadi berbedaan yang mendalam karena masyarakat pada waktu itu masih di persatukan dan semua di kemblikan kepada nabi sebagai utusan Allah. Mengenai tauhid yang berkembang pada saat itu masih bersifat murni dan belum terobang-abang oleh masalah kekuasaan dan politik yang memicu perpecaah umat islam.
4. Perkembangan Ilmu Tauhid setelah Rasulullah wafat
Di masa sahabat, ketauhidan tidak ada bedanya dengan zaman rasul. Sampai akhir abad pertama hijriah, barulah ada kegoncangan-kegoncangan setelah munculnya seseorang bernama Jaham Ibnu Shafwan di negeri Persi yang tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah yang Azali itu, banyak di antara kaum muslimin yang terpengaruh oleh ajaran itu, bahkan ada yang menguatkan keyakinannya.
Adapun kaum muslimin yang tetap murni ketauhidannya menentang pendapat Jaham dengan menyatakan bahwa pendapat itu "sesat". Akan tetapi, di kala ulama-ulama sibuk membicarakan dalil untuk menolak pendapat Jaham itu, tiba-tiba timbul pula suatu aliran yang bernama Mu'tazilah yang dietuskan oleh Washil ibnu Atha'. Ia membenarkan pendapat Jaham : yang menafikan sifat-sifat Allah.
Kemudian muncul pula seorang yang bernama Muhammad bin Koram Abu Abdullah As Sijistany, pemimpin golongan Karamiyah yang menentang golongan Mu'tazilah dengan menetapkan sifat-sifat Allah. Tetapi cara mereka menentang terlalu berlebihan sehingga menyerupai Allah sebagai yang berjisim. Semenjak itu dikenal dengan paham Karamiah atau Mujassimah.
Perseteruan paham ini berlangsung hingga Khalifah Makmun (Daulah Abbassiyah), hingga tampil seorang yang terkenal dengan nama Abu Hasan Ali Al As'ary yang melahirkan jalan tengah antara kedua pendapat yang bertentangan tersebut. Beliau mengemukakan alasannya dengan dalil aqli dan naqli, sehingga banyaklah para ulama yang tertarik serta ikut menyebarkannya.
Maka tersebar ajaran ini keseluruh Iraq yang kemudian ke Syam. Dan setelah Shalahudin al Ayyubi menguasai Mesir, selain madzhab Syafi'I i menyiarkan madzhab ini, sehingga akhirnya rakyat Mesir menganut madzhab Asy'ariyah dalam tauhid dan madzhab Syafi'iyyah dalam fiqh. Madzhab As'ariyah juga berkembang pula di negeri mahrabi yaitu sebelah utara Afrika, yang dipelopori oleh salah satu murid Imam Ghazali yang akhirnya mereka namakan juga madzhab ini dengan madzhab Muwahhidin, yang kemudian negaranya pun bernama kerajaan Muwahhidin.
Selanjutnya pada abad kedelapan hijriyah, seoarang yang bernama Taqiuddin Abul Abbas bin Taimiyah Al Harry dari Syam, muncul menyokong dan ingin mempertahankan madzhab salaf yang tadi. Dia memusatkan dan menumpahkan kegiatannya untuk mempertahankan salaf dan menentang As'ariyah. Pendirian Ibnu Taimiyyah ini masih agak asing dan tidak mendapat tanah yang subur karena telah mendalamnya faham-faham yang diajarikan oleh madzhab As'ariyah. Dan keadaan seperti hal tersebut juga di negara-negara islam lainnya.
Semenjak Rasulullah wafat, pemerintahan dipegang oleh khulafaurrasyidin yang kemudian dipimpin oleh khalifah Umawiyah dan setelah itu oleh daulah Abbasyiah. Sejak akhir pemerintahan Umawiyah, dunia islam mulai kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persi, Yunani, India, dan sebagainya. Di kala pemerintahan Abbassiyah, yaitu ketika khalifah Makmun, umat islam telah sampai pada puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.
Dari sejak masuknya kebudayaan asing (falsafah dari agama lain) itu, maka lahirlah perbedaan pandangan dalam ilmu Tauhid. Di masa itu timbul golongan-golongan seperti Jahamiah, Mu'tazilah, Khawarij, dan sebagainya yang saling berdebat satu sama lain, saling kafir-mengkafirkan. Terutama ahli Sunnah yang sangat banyak musuhnya, semua ribak (musuh) menjadi lawannya.
Akan tetapi di zaman khalifah Makmun semua aliran itu dapat dikatakan lenyap atau tidak berpengaruh lagi, kecuali Mu'tazilah yang masih subur karena mendapat lindungan dan sokongan dari khalifah Makmun. Sehingga setelah wafatnya khalifah, Mu'tazilah tidak mendapat perlindungan lagi bahkan mereka mendapat serangan dan mengalami kemunduran akibat dari semua aliran-aliran yang dahulu tumbuh kembali.
Golongan Mu'tazilah terus menerus mengalami kemunduran sehingga muncul seorang pemimpin golongan ahli sunnah yang bernama imam as'ary. Di zaman ini, semua madzhab dikatakan lumpuh tak berdaya apalagi setelah tumbuh musuh baru yang lebih kuat, yaitu golongan ahli falsafah. Yang kemudian ahli falsafa h ini dihancurkan oleh seorang pendekar islam yang bernama Imam Ghazali. Beliau tidak melarang orang berfalsafah, tetapi janganlah orang mencampurkan falsafah dengan agama, terutama ketauhidan. Dan supaya falsafah itu jangan dipengaruhi agama, apalagi falsafah yang mungkin bertentangan dengan agama.
Yang menentang pencampuradukan falsafah dengan agama itu bukan Imam Ghazali saja, melainkan banyak tokoh-tokoh di belakangnya yang hendak membendung gelombang falsafah terhadap agama. Seperti Fakhrudin Ar Razi dan Ibnu Taimiyah dan lain-lain. Agar keyakinan terhadap Allah SWT selalu terjaga dan tanpa harus menjatuhkan atau bersifat fanatik terhadap golongan yang lain karena berbeda penafsiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar