Sabtu, 07 November 2015

PEMBIAYAAN KONSUMEN DAN LEASING

PEMBIAYAAN KONSUMEN DAN LEASING




Makalah Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kulia Bank dan Lembangan Keuangan Non Bank pada Semester IV Program
Studi Ekonomi Syariah Kelompok 6 Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone


Oleh



KASMIA
SUJARNO
UMI KALSUM
ANNORA BADRIYAH
SYAHRIZAL EKA PUTRA




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) WATAMPONE
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar. Setiap hari manusia bekerja demi mempertahankan hidupnya. Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Manusia mempertahankan hidupnya melakukan berbagai macam cara, salah satunya adalah melakukan kegiatan atau aktivitas bisnis. Melalui kegiatan itu manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin komplek.
Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah mendorong dan membuka peluang bagi manusia untuk melakukan kegiatan bisnis. Aktivitas bisnis itu sendiri diwarnai oleh berbagai bentuk hubungan bisnis atau kerjasama bisnis yang melibatkan para pelaku bisnis. Hubungan bisnis atau kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis sekarang ini maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat.
Oleh karena itu, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas. Umumnya dana yang dibutuhkan tersebut dapat disediakan oleh lembaga perbankan melalui fasilitas kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Selain itu lembaga perbankan ini juga memerlukan jaminan yang kadang kala tidak bisa dipenuhi oleh pelaku usaha yang bersangkutan, maka perlu suatu upaya lain yaitu tanpa jaminan dan lebih mudah prosesnya. Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yaitu melalui Lembaga Pembiayaan.
Lembaga pembiayaan menfasilitasi berbagai bidang pembiayaan, berupa sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, kartu kredit, anjak piutang, modal ventura dan lainnya yang dijalankan oleh perusahaan pembiayaan. Namun bidang pembiayaan yang akan dibahas yaitu pembiayaan konsumen dan leasing (sewa guna usaha).

B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan?
2.      Bagaimna sistem pengelolaan dan mekeanisme kerja pembiayaan konsumen?
3.      Bagamana sistem pengelolaan dan mekanisme kerja sewa guna usaha atau leasing?
4.      Bagaimana perbandingan pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha/leasing
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini akan membahas tentang lembaga pembiayaan dan perbedaan mekanisme pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha atau leasing.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Pembiayaan
Istilah lembaga pembiayaan (finance) merupakan istilah yang relatif lebih baru dibandingkan dengan lembaga perbankan.
‘Lembaga pembiayaan berkembang setelah adanya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20 Desember 1988 (Pakdes 88).’[1]
Lembaga pembiayaan diatur dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Pengertian lembaga pembiayaan menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana  atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.’[2]

‘Menurut kepres No.61 TAHUN 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.’[3]


Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa unsur-unsur :
1.        Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2.        Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
3.        Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
4.        Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
5.        Tidak menarik dana secara langsung.
6.        Masyarakat, Yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.
Selain itu juga Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

B. Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance )
1. Pengertian pembiayaan konsumen
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu bidang usaha lembaga pembiayaan. Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Menurut Abdulrahman, Pembiayaan Konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumen dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang dugunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit ini dapat mengandung resiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa.[4]
Menurut keputusan Presiden No.16 tahun 1988, perusahaan pembiayaan konsumen atau Costumer finance company adalah badan usaha yang melakukan system pembayaran angsuran atau berkala.
Menurut Keputusan Mentri Keuangan No.1251 / KMK. 013/ 1988 ,perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang secara formal di Indonesia masih relative baru. Lembaga ini tumbuh dan berkembang seiring dengan dikeluarkannya pranata hukum berupa KEPPRES No. 61 Thun 1988. meskipun demikian, saat ini keberadaan pembiayaan konsumen menunjukan perkembangan yang sangat baik. Pesatnya pertumbuhan bisnis pembiayaan konsumen ini sekaligus menunjukan tingginya minat masyarakat untuk membeli barang-barang dengan cara mencicil seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat lapisan menengah kebawah.
2. Pengklasifikasian perusahaan pembiayaan konsumen
Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan lembaga keuangan bukan bank diklasifikasikan atas dasar kepemilikannya menjadi tiga yakni perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok, perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu grup usaha dengan pemasok, dan perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok.
a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok
‘Perusahaan pembiayaan konsumen ini dibentuk oleh perusahaan induknya, yaitu pemasok, untuk memperlancar penjualan barang atau jasanya. Mengingat perusahaan ini sengaja dibentuk untuk memperlancar penjualan barang atau jasa perusahaan induknya, maka perusahaan pembiayaan konsumen jenis ini biasanya hanya melayani barang dan jasa yang diproduksi atau ditawarkan oleh perusahaan induknya.’[5]

Sebagai contohnya adalah PT Uchiyama Jaya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan laptop dan komputer. Mengingat daya beli masyarakat sedang lemah, maka PT Uchiyama Jaya ingin memperlancar penjualan laptop dan komputer dengan cara mendirikan PT Mahardika Utama. PT Mahardika Utama adalah perusahaan pembiayaan konsumen yang khusus melayani kredit pembelian segala merk laptop dan komputer pada PT Uchiyama Jaya.
b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu grup usaha dengan pemasok
‘Perusahaan pembiayaan konsumen jenis ini pada dasarnya tidak berbeda dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok. Perusahaan pembiayaan konsumen ini biasanya juga hanya melayani pembiayaan pembelian barang dan jasa yang diproduksi oleh pemasok yang masih satu grup usaha dengan perusahaan tersebut. Perbedaannya hanya terletak pada hubungan antara pemasok dengan perusahaan pembiayaan konsumen’[6]

Contoh kasusnya adalah Hameda Inc adalah satu grup usaha yang bergerak di berbagai bidang usaha. Salah satu perusahaan yang bergabung adalah PT Noran Nagoya yang merupakan produsen sepeda motor. Demi peningkatan penjualan sepeda motor yang diproduksi oleh PT Noran Nagoya, maka PT Hameda Inc membentuk satu perusahaan lagi yang bernama PT Hanora Finance yang bergerak di bidang pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen yang dilayani oleh PT Hanora Finance juga hanya pembelian sepeda motor pada PT Noran Nagoya. 
c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok
Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok biasanya tidak hanya melayani pembiayaan atas pembeliaan barang pada satu pemasok saja. Perusahaan pembiayaan ini bisa melayani pembiayaan pembelian pada pemasok yang lain, Sedangkan spesialisasi perusahaan pembiayaan konsumen biasanya pada jenis atau tipe barang dan daerah pemasarannya. Perusahaan pembiayaan konsumen ada yang berspesialisasi pada pembiayaan pembelian barang elektronik, ada yang berspesialisasi pada pembiayaan pembelian mebel, ada yang berspesialisasi pada pembiayaan pembeliaan mobil, dan lain-lain.
Contoh kasus adalah PT Nona Aegawa merupakan sebuah produsen furniture di Kota Malang dan untuk memperlancar penjualannya perusahaan ini bekerjasama dengan PT Milko Noiko sebuah perusahaan pembiayaan konsumen yang membiayai pembelian bermacam-macam jenis furniture di Kota Malang. Berikut hal ini akan dijelaskan dalam skema..
3. Mekanisme pembiayaan konsumen
Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen menurut Budi Rahmat adalah:
a.       Tahap permohonan.
Permohonan pembiyaan konsumen biasanya dilakukan oleh konsumen di tempat kedudukan supplier atau dealer penyedia barang kebutuhan konsumen. Supplier atau dealer ini biasanya telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan konsumen.
b.      Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan.
Berdasarkan aplikasi pemohon, perusahaan pembiayaan konsumen akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut dengan melakukan analisis dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah di terima.
Selanjutnya dilakukan :
-          Kunjungan ketempat calon konsumen (plant visit)
-          Pengecekan ketempat lain (credit checking)
-          Observasi secara umum atau khusus lainnya.
c.       Tahap pembuatan customer profile
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, marketing department dari perusahaan pembiayaan konsumen tersebut akan membuat customer profile yang isinya memuat tentang nama calon konsumen dan istri/suami, alamat dan nomor rumah, pekerjaan, alamat kantor, kondisi pembiayaan yang diajukan, jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen, dll.
d.      Tahap pengajuan proposal kepada credit komite
Marketing department akan mengajukan proposal atas permohonan yang diajukan oleh calon konsumen tersebut kepada credit komite.
e.       Tahap keputusan kredit komite
Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi perusahaan pembiyaan konsumen untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan calon konsumen ditolak, maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui maka oleh marketing department akan meneruskan ke tahap berikutnya.
f.       Tahap pengikatan
Berdasarkan keputusan kredit komite, selanjutnya oleh Bagian Legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut:
1)        Perjanjian pembiayaan Konsumen beserta lampirannya
2)      Jaminan Pribadi (jika ada)
3)      Jaminan Perusahaan (jika ada)
g.      Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen
Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak, selanjutnya perusahaan pembiayaan konsumen akan melakukan:
1)        Pemesanan barang kebutuhan konsumen kepada supplier.
2)        Penerimaan pembayaran dari konsumen kepada perusahaan pembiayaan konsumen (dapat melalui supplier/dealer).
h.      Tahap pembayaran kepada supplier
Setelah barang model diserahkan oleh supplier kepada konsumen, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada perusahaan pembiayaan konsumen.
i.        Tahap penagihan/monitoring pembayaran
Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya adalah pembayaran angsuran oleh konsumen sesuai jadwal yang telah ditentukan.
j.        Tahap Pengambilan Surat Jaminan
Setelah konsumen melunasi seluruh kewajibannya kepada perusahaan pembiayaan konsumen, maka perusahaan pembiayaan konsumen akan mengembalikan kepada konsumen berupa:
1)      Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau faktur/invoice)
2)      Dokumen lainnya (jika ada)




4. Macam-macam jaminan dalam transaksi pembiayaan konsumen

Jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen pada prinsipnya serupa jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa khususnya Kredit Konsumen jaminan ini dapat dibagi atas 3 macam yaitu:

a. Jaminan utama 

Kepercayaan dari kreditur kepada debitur atau konsumen bahwa pihak konsumen dipercayakan sanggup membayar hutang-hutangnya. Dengan kata lain, prinsip pemberian kredit berlaku, misalnya prinsip 5C yaitu Collateral, capacity, Character, Capital, dan Condition of economy.

b. Jaminan pokok

Barang yang dibeli dengan dana dan biasanya jaminan ini dibuat dalam bentuk Fidusiary of ownership atau fidusi karena dengan adanya fidusia,seluruh Dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur atau pemberi dana hingga kreditnya lunas.

c. Jaminan tambahan

Biasanya berupa pengangkutan hutang atau promissory notes, kuasa menjual barang dan assignment of procced atau cessie dari asuransi. Selain itu, diminta juga persetujuan suami istri untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris atau RUPS untuk konsumen perusahaan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasarnya

 

 

 

5. Manfaat pembiayaan konsumen
a. Pemasok
Manfaat utama bagi pemasok dengan adanya pembiayaan konsumen adalah peningkatan penjualan. Dengan adanya perusahaan pembiayaan konsumen maka pemasok dapat memperoleh pembayaran secara tunai dan angsuran konsumen dialihkan kepada perusahaan pembiyaan konsumen. Risiko tidak terbayarnya kredit konsumen yang semula ditanggung oleh pemasok juga menjadi dapat dialihkan kepada perusahaan pembiayaan konsumen.
b. Konsumen
Manfaat utama bagi konsumen adalah kesempatan untuk membeli atau memiliki barang meskipun dana yang tersedia saat ini belum cukup untuk menutup seluruh harga barang atau jasa.
c. Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Manfaat utama yang dapat diperoleh perusahaan pembiyaan konsumen adalah penerimaan dari bunga dan biaya administrasi yang dibayarkan oleh konsumen. Tingkat bunga yang ditetapkan oleh perusahaan konsumen biasanya lebih tinggi daripada tingkat bunga kredit bank. Hal ini sebagai konsekuensi atu kompensasi karena perusahaan pembiayaan konsumen menanggung risiko yang relatif lebih besar daripada penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada debitornya.


C. Sewa Guna Usaha (leasing)
1. Pengertian sewa guna usaha
Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing itu berasal dari kata lease (inggris) yang berarti menyewakan.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ), leasing  adalah  kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.’[7]

Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
2. Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan leasing  
a. Penyewa Guna Usaha (Lessee)
Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor). . Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.
b. Lessor
Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing) yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang Modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
c. Supplier
Perusahaan (pedagang) yang menyediakan barang-barang Modal yang akan di-leasing-kan (disewa guna usahakan) antara Lessor dengan Lessee. Dalam mekanisme financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.


d. Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank
3. Klasifikasi Leasing
Secara umum leasing dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu financial lease, dan operating lease. Hal yang membedakan keduanya adalah terkait dengan hak kepemilikan secara hukum, cara pencatatan dalam akuntanasi serta besarnya biaya rental.
a.      Financial lease.
Perusahaan leasing pada jenis ini berfungsi atau berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis dan spesifikasi barang yang dibutuhkan dan mengadakan negosiasi langsung dengan suplier mengenai harga, syarat-syarat pemeliharaaan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.
Lessor hanya berkepentingan terhadap kepemilikan barang tersebut secara hukum. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang teserbut kepada suplier dan barang tersebut kemudian diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut, lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang rental untuk jangka waktu tertentuyang telah dispekati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan untuk pihak lessor
Financial lessee dapat dibedakan menjadi dua, pertama; Direct financial lease: transaksi ini terjadi jika lessee belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease. Lessor membeli barang atas permintaan lessee dan akan digunakan oleh lessee. Kedua, Sale and lease back: dalam transaksi ini lessee menjual barang yang sudah dimiliki kepada lessor, atas barang ini kemudian dilakukan suatu kontrak antara lessor dan lessee. Lessee menerima harga penjualan dari lessor, pada saat yang sama lessee tetap dapat menggunakan aktiva tersebut dengan disertai daftar pembayaran lease.
b.      Operating lease
Operating lease atau lease service meliputi jasa keuangan maupun jasa perawatan. Jenis barang yang ditawarkan seperti komputer, mesin potokopi, dan mobil. Dalam kontrak, lessor wajib memelihara dan merawat peralatan yang di-lease, dan biaya perawatan ini sudah termasuk dalam biaya lease atau diatur dalam kontrak tersendiri.
Peralatan yang di-lease biasanya tidak diarmortaisasi secara penuh-pembayaran sewa selama masa lease tidak cukup untuk menutup seluruh harga peralatan. Namun, perjanjian mencakup waktu yang lebih pendek dari umur peralatan yang dilease dan lessor mengharapkan bahwa harga peralatan tersebut akan tertutup dengan perpanjangan kontrak lease atau kontrak lease yag baru atau dari hasil pernjualan alat tersebut.
Dalam kontrak operating lease sering dicantumkan klausul khusus yang mengatur bahwa pihak lessee berhak mengembalikan peralatan yang dilease sebelum kontrak selesai, jika perlatan yang dilease telah ketinggalan jaman karena perkembangan teknologi atau jika peralatan tersebut ternyata sudah tidak diperlukan lagi.
Bentuk lain dari leasing dalah leveraged leasing. Dalam leveraged leasing, selain lessee dan lessor, ada pihak ketiga yaitu kreditor yang membantu menyediakan dana pembelian aktiva yang disewa. Bagi lessor, keberadaan pihak ketiga bisa membantunya dalam pengadaan aktiva yang hendak disewakan, sehingga lessor, misalnya, hanya menyediakan 20% hingga 30% dari dana untuk membeli aktiva, sementara sisanya akan dipinjamnya dari pihak ketiga seperti bank komersial atau perusahaan asuransi.
4. Mekanisme leasing
gambar mekanisme leasing








Keterangan gambar:
1.      lesse menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2.      Lesse melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. Dalam hal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok pembiayaan leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa ( lease rental ), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.      Lessor mengirimkan letter of offer atau comittment letter kepada lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayaai barang modal yang dibutuhkan, lessee menandatangani dan mengembalikannya kepaada lessor.
4.      Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee, dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab dan objek leasing, perpajakan jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5.      Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6.      Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta menandatangani surat tanda terim dan perintah bayar selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7.      Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8.      Pembayaran oleh lessor kepada pemasok
9.      Pembayaran sewa ( lease payment ) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.
5. Penggolongan perusahaan leasing/sewa guna usaha
Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a. Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai.
b. Captive lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan trasdisional. Captive lessor ini sering pula disebut dengan twoparty lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.
c. Lease broker atau packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah leasebroker atau packager. Broker leasing berfungsi mempertemukan calon lessee denngan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing. Broker leasing beasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing.
6. Syarat dan ciri leasing
Syarat dan ciri leasing menurut Agnes Sawir meliputi lima hal yaitu:
a. Objek leasing: meliputi segala macam barang modal mulai dari pesawat terbang hingga mesin dan komputer untuk keperluan kantor.
b. Pihak-pihak yang terlibat dalam leasing: penyewa adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari perusahaan leasing (lessor). Hanya perusahaan yang telah mendapat izin dari Departemen Keuangan saja yang boleh menjadi lessor
c. Pembayaran berkala dalam jangka waktu tertentu: pembayaran leasing dilakukan secara berkala seperti setiap bulan, setiap kuartal atau setiap semester.
d. Nilai sisa atau residual value: pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa. Ini tidak dikenal dalam pejanjian sewa menyewa.
e. Hak opsi bagi lesse untuk membeli aktiva: pada akhir masa leasing, penyewa atau lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang tersebut sebesar niali sisa atau mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang menyewakan (lessor).
7. Pembayaran sewa guna usaha
Terdapat dua cara untuk melakukan pembayaran pada leasing ini yaitu:
a. Pembayaran dimuka (payment in advance)
Pembayaran angsuran pertama dilakukan pada saat realisasi atau saat tanggal dimana perjanjian leasing disepakati. Angsuran ini hanya mengurangi utang pokok karena saat itu belum dikenkan bunga.
b.  Pembayaran sewa di belakang (payment in arrears)
Angsuran ini dilakukan pada periode berikutnya setelah relisasi atau sebualn setelah perjanjian leasing disepakati. Angsuran ini mengandung unsur bunga dan cicilan pokok.
Besarnya pembayaran sewa guna usaha ditentukan dari beberapa faktor antara lain:
  • Nilai barang modal = total nilai harga barang modal dengan nilai sisa pada akhir masa kontrak
  • Simpanan jaminan = semakin besar simpanan pinjaman semakin sedikit besarnya uang sewa periodik
  • Nilai sisa = perkiraan yang wajar atas niali suatu barang modal yang ditransaksikan dalma kontrak lease pada akhir masa kontrak
  • Jangka waktu = jangka waktu kontrak leasing dikaitkan dengan jangka waktu kegunaan ekonomis atau manfaat barang modal tersebut
  • Tingkat bunga = tingkat bunga efektif yang ditetapkan oleh lessor yang dihitung berdasarkan besarnya biaya dana ditambah dengan tingkat keuntungan yang diharapkan
8. Asuransi leasing
Untuk menghindari risiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, ditetapkan dalam perjanjian kontraknya bahwa adanya asuransi yang ditanggung oleh pihak lessee. Pihak lessee harus menanggung premi asuransi dengan alasan lessee adalah pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari selisih anatara biaya sana (cost of fund) dengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.
9. Keuntungan Memilih Leasing                        
Agnes Sawir melihat keuntungan leasing ini dari dua sudut pandang, yaitu dari pihak lesse maupun pihak lessor. Dilihat dari sudut pandang lesse, keuntungan penggunaan jasa leasing adalah Leasing sebagai sumber dana Fleksible. Dalam hal pemakaian peralatan yang sangat peka terhadap perubahan teknologi, seperti komputer, menyewa dengan cara leasing adalah lebih baik daripada membeli.
Menahan pengaruh inflasi. Leasing melindungi lessee dari penurunan nilai uang yang disebabkan inflasi. Besaran agsuran yang dibayar oleh lessee tetap sama, baik sebelum maupun setelah terjadinya inflasi.
Sementara jika dilihat dari sudut lessor, keuntungan leasing adalah Tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga keuangan (bank) merupakan keuntungan lessor.
Lessor mempunyai hak secara hukum untuk menjual barang lease dan biasanya hal tersebut lebih mudah dan lebih cepat dilakukan dibanding dengan penjualan lelasing.
Lessor mempunyai posisi yang lebih baik dibandingkan kreditor jika usaha lessee mengalami kemacetan. Seandainya lesse tidak mampu memenuhi kewajiban dalam kntrak leasingnya, lessor berhak untuk menarik kembali miliknya, karena secara hukum lessor masih dinyatakan sebagai pemilik barang tersebut.

D. Perbedaan Pembiayaan Konsumen Dan Leasing
Pembiayaan Konsumen
Leasing
Bertujuan menyediakan dana
Bertujuan menyewakan barang modal
Terfokus pada uang, jadi kreditur bukan pemilik dari barang yang didanai
Lessor pemilik fasilitas/barang modal
Risikonya berupa finansial Risk
Risikonya Financial Risk dan Physical Risk atas barang modal
Jaminan berupa barang bergerak yang seringkali tidak ada hubungannya dengan tujuan penggunaan dana pinjaman
Jaminannya berupa barang modal yang dibeli dengan dana dan dari leasing tersebut .
Jika ada wanprestasi dari pihak debitur maka barang jaminan dilelang dan kelebihan harganya dikembalikan kepada debitur
Jika lessee wanprestasi maka lessor tinggal mengambil kembali barang modal tanpa harus memperhitungkan /mengembalikan kelebihan harga . Hal ini disebabkan karena barang modal tersebut masih milik lessor








BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai pembahasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
2.      Pembiayaan konsumen merupakan suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitor untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan distribusi atau produksi. Pembiayaan konsumen ini dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen (consumer finance company).
3.      Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelas bahwa leasing memilki ciri khusus yang membedakannya dengan perjanjian yang lain, yaitu jangka waktu yang tertentu dan adanya hak opsi yang dimiliki lesse pada akhir perjanjian. Dengan mengetahui karakteristik leasing sebagaimana diterangkan di atas, maka suatu perusahaan mesti melakukan kajian yang intensif terlebih dahulu sebalum menentukan pilihan untuk menggunakan jasa leasing ini, dari dari segi jenis leasing yang memungkinkan dan dari segi keuntungan yang mungkin dapat dihasilkan atau resiko yang bisa ditekan. Sedangkan bagi praktisi hukum, mestinya mampu memberikan formula berupa klausula yang jelas dan terperinci dalam perjanjian leasing sehingga dalam pelaksanaannya tidak memiliki kendala.
B. Saran
Melalui makalah ini, penulis akan memberikan saran kepada pembaca mengenai  pembahasan yang terkait dengan makalah sebagai berikut :
1.      Setelah kami pelajari tentang Lembaga Pembiayaan ini, menurut kami pemerintah harus lebih giat mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat, khususnya dalam hal perusahaan pembiayaan infrastruktur karena pada kenyataanya masyarakat masih banyak yang kurang mengetahui  tentang peraturan mengenai Lembaga Pembiayaan. Terutama dalam pengenaan pajaknya masih kurang jelas sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda, seharusnya pemerintah memberikan kemudahan dalam pengenaan pajaknya.
2.      Dalam penyusunan makalah ini kami yakin masih banyak kekurangan. Meskipun demikian kami menyarankan kepada pembaca khususnya dan masyarakat pada umumnya semoga dapat memanfaatkan dan mengamalkan apa yang kami susun, sehingga dapat memudahkan segala kendala yang dihadapi serta dapat berguna dan tidak disalahgunakan dalam mengamalkannya dalam kehidupan seharai-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu. 2013. makalah pembiayaan konsumen, (http://ayungfiles.blogsport.com, di unduh pada tanggal 22 april 2015)

Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya, [t.cet] ; Jakarta :  Grafindo, 2002.
Kosasih, Ruchyat  , Untaian Standar Akuntansi Keuangan [t.cet] ; Yogyakarta: Ananda, 1982.

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso., Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank  [t.cet] ; Jakarta : Salemba Empat, 2006.




[1]Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya ([t.cet] ; Jakarta :  Grafindo, 2002),h. 23.
[2] Ibid, h. 24
[3] Ibid, h. 25
[4] Ibid, h. 40
[5] Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso., Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank  ([t.cet] ; Jakarta : Salemba Empat, 2006), h. 56.

[6] Ibid, h. 60
[7] Ruchyat  Kosasih, Untaian Standar Akuntansi Keuangan ([t.cet] ; Yogyakarta: Ananda, 1982), h. 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut