PENINGKATAN
AKHLAK MELALUI IBADAH
Makalah
Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kulia
Tasawuf
Semester III Program Studi Ekonomi Syariah Kelompok 6
Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone
Oleh
KASMIA
ROSLINA
FIRMAN
NAJAMUDDIN
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
WATAMPONE
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bila kita ingin mengetahui bagaimana dengan orang
yang paling mengerti tentang Islam adalah ia yang paling mulia akhlaknya. Begitu
pula orang yang paling berilmu sesungguhnya adalah orang yang paling takut
kepada Allah SWT dengan dibuktikan melalui akhlak mulianya. Maka respon spontan
kita mencerminkan apa yang ada di dalam hati. Misalnya, ketika anak SMA
diumumkan kelulusannya, ia akan mengungkapkan isi hatinya dengan berbagai
sikap, seperti coret-coret atau sujud syukur.
Respon spontan kita sesungguhnya mencerminkan sampai
sejauh mana kualitas ibadah kita. Orang yang baik asli itu tidak akan
pilih-pilih ke siapa ia akan berbuat baik, sedangkan orang yang baik palsu itu
lebih bersifat topeng. Ia melakukan perilaku yang bagus, karena ada tujuan
selain rido Allah SWT, seperti ingin mendatangkan pelanggan untuk dagangannya.
Kedudukan seseorang di sisi Allah SWT tak juga
diukur oleh kekuatan ibadah semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling
benar Islam yang paling baik iman yang paling dicintai oleh Allah yang paling
tinggi kedudukan dalam pandangan Allah dan yang akan menemani Rasulullah Saw
ternyata ia yang paling mulia akhlaknya.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latarbelakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana
perbedaan akhlak dan ibadah?
2. Apa
macam macam akhlak?
3. Bagamana
upaya meningkatkan akhlaq?
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka makalah ini akan membahas tentang akhlak dan
ibadah, macam macam akhlaq dan upaya meningkatkan akhlaq.
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kekuatan dan kemampuan sehingga
penulis dapat merampungkan makalah ini sebagai tugas mata kuliyah Tasawuf pada
semester III.
Mengingat kemampuan
penulis sangat terbatas, maka penyelesaian makalah ini tidak luput dari
hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan. Akan tetapi, penulis mendapatkan
bantuan dari Dodsen mata kuliyah Tasawuf sehingga hambatan-hambatan dan
kesulitan-kesulitan itu dapat teratasi.
Oleh karena itu penulis
menyampaikan terimah kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada
penulis
Penulis menyadari bahwa
makalah ini tentu saja jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis akan meminta
maaf atas kekurangan dan berterima kasih seandainya ada koreksi dan kritik yang
sifatnya membangun dari pembaca.
Akhirnya dengan segala
kerendahan hati penulis mempersembahkan makalah ini kepada para pembaca yang
berminat dengan harapan semoga bermanfaat adanya
Watampone, Desember 2014
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak dan Ibadah
Perkataan
Akhlak berasal dari perkataan (al-ahlaaku) ialah kata jama dari pada
perkataan perkataan (al-khuluqu) berarti: tabiat, kelakuan , perangai, tingkah
laku , matuah, adat kebiasaan, malah ia jubga berarti agama itu sendiri.
Definisi
Akhlak menurut istilah ialah: sifat yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan
sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian, dan
paksaan.
Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة
“Sungguh telah ada
bagi kalian suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah”. (QS. Al-Ahzab: 21)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ
النَّاسِ خُلُقًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah sosok yang paling mulia akhlaknya.” (HR. Al-Bukhari no. 6203 dan
Muslim no. 2150)
Nabi Solallohu alaihi wasallam
bersabda yang maksudnya: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk
menyempurnakan budi pekerti yang mulia.” (H.R. Ahmad).
“Orang
Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik akhlaknya.” (H.R.
Ahmad).
Pengertian
Akhlak dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi
pekerti atau kelakuan. Dalam bahasa Arab kata Akhlak (akhlaq) diartikan sebagai
tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama . Meskipun katan akhlak berasal dari
Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam al-Qur’an. Kebanyakan
kata akhlak dijumpai dalam hadits. Satu-satunya kata yang ditemukan dalam
al-Qur’an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al-Qalam
ayat 4. yaitu:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad)
betul-betul di atas akhlak yang agung.” (QS.
Al-Qalam: 4)
Dalam Tiga
pakar dibidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih Al Ghazali, dan Ahmad Amin
menyatakan bahwa
akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Akhlak
merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah
disabdakan oleh rasulullah shalallohu alaihi wasallam: “Orang mu’min yang
paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (H.R. Tirmidzi, dari Abu
Hurairah radhiallohu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Dishahihkan oleh Al
Bani dalam Ash Shahihah No. 284 da
751.)
Ibadah secara bahasa (etimologi)
berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu
antara lain adalah:
1.
Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla,
yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi.
3.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling
lengkap.
4.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota
badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah
(yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan
syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah
(fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka
dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya
Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
[Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan
jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka
barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya
hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu
bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak)
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami,
maka amalan tersebut tertolak.”
Agar dapat diterima, ibadah
disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali
dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas
dari syirik besar dan kecil.\
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
B. Akhlak
Terpuji dan Akhlak Tercela.
1. Akhlak Terpuji
a. Tasamuh
Tasamuh
artinya “lapang dada”. Maksudnya adalah menerima sesuatu yang tidak
menyenangkan dengan keyakinan, bahwa dibalik sesuatu itu ada hikmah yang
mendatangkan kebaikan.
Orang yang
memiliki sifat tasamuh manakala mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari
orang lain senantiasa dapat menerima dengan lapang dada. Ia tidak marah
walaupun dirinya dihina atau dicaci. Sebaliknya tidak sedikit orang yang
meluapkan kemarahannya hanya Karena tersinggung dengan ucapan orang lain. Orang
seperti itu menganggap bahwa dirinya telah dihinakan dan penghinaan itu tidak
dapat diatasinya, kecuali dengan melampiaskan kemarahan.
Tasamuh atau
lapang dada ternasuk akhlak terpuji. Orang yang tidak ada bandingannya dalam
hal tasamuh adalah Rasulullah. Dalam menyiarkan agama islam, Rasulullah banyak
mengalami cobaan dan rintangan, namun semua itu beliau hadapi dengan lapang
dada. Misalnya, ketika Rasulullah dating ke Thaif hendak mengajak penduduk
Thaif untuk memeluk agama islam, beliau disambut dengan cacian dan makian. Mereka
meneriaki beliau dengan kata-kata yang menghinakan dan menyakitkan. Mereka
melempari dengan batu, sampai kedua kaki beliau mengucurkan darah. Sikap kasar
penduduk Thaif itu beliau terima dengan penuh kesabaran dan lapang dada, bahkan
beliau berdo’a untuk mereka yang Artinya:“Ya Allah,berilah petunjuk kepada
kaumku, karena mereka tidak mengerti.”
Dalam kehidupan sehari-hari kejadian
yang kita alami, adakalanya menyenangkan, adakalanya menyusahkan. Seringkali
kita merencanakan sesuatu, tetapi ada saja ada hambatan yang menyebabkan kita
tidak dapat melaksanakan rencana kita itu. Dalam keadaan demikian kita tidak
perlu kecewa, tetapi hendaknya kita berlapang dada, karena dibalik hambatan itu
tentu Allah sudah merencanakan sesuatu yang lain demi kebaikan kita. Misalnya,
kita sudah merencanakan hendak pergi rekreasi, tetapi tiba-tiba kendaraan yang
kita gunakan rusak, sehingga kita tidak jadi untuk pergi rekreasi. Ketika kita
mengalami hal seperti itu kita harus mengambil hikmahnya. Misalnya, mungkin
saja kalau kita pergi juga saat itu, kita akan mengalami kecelakaan
Di rumah, kampus ataupun
di masyarakat mungkin saja
terjadi, apabila
ada yang menyinggung perasaan kita, semua itu sebaiknya kita
hadapi dengan lapang dada. dengan tasammuh atau lapang dada, insyaalah
pergaulan kita, di dalam keluarga, di kampus, dan di masyarakat akan senantiasa
terpelihara dengan baik
b. Ta’awun
Ta’awun artinya tolong menolong dalam
ajaran islam. Dalam ajaran islamn sikap sifat Ta’awun ini sangat
diperhatikan. Ta’awun atau tolong menolong termasuk akhlaq terpuji. Sifat dan
sikap ta’awun ini telah dimulai pada awal perkembangan agama islam. dalam
sejarah banyak sekali perilaku nabi dan para sahabat, serta kaum muslimin yang
berkaitan dengan sikap ta’awun. Kita ketahui, betapa Siti Khadijah dengan harta
dan dorongan semangatnya telah menolong perjuangan Rasulullah dalam menyiarkan
ajaran islam.
Ketika nabi beserta kaum muslimin
hijrah ke madinah, terjalin suasana yang penuh keakraban dan saling menolong
antar kaum anshar (penduduk madinah) dengan kaum muhajirin (kaum Muslim yang
dating dari makkah).
Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya
sehari-hari, manusia saling membutuhkan antara sesamanya. Orang yang
miskan membutuhkan pertolongan dari orang yang kaya, berupa makanan, uang,
materi yang lainnya. Orang yang kaya pun membutuhkan pertolongan dari orang
yang miskin berupa jasa, tenaga dan sebagainya
Menolong orang bukan hanya dengan harta
atau materi, tetapi bisa juga dengan tenaga, dengan ilmu, nasihat, dan
sebagainya. Biasakanlah untuk bersikap ta’awun, atau saling menolong dari
hal-hal yang kecil. Misalnya, meminjamkan pensil atau penghapun kepada yang
memerlukan. Menunjukkan alamat kepada orang yang menanyakan alamat kepadamu dan
lain sebagainya.
jika kita sudah terbiasa menerapkan
sikap ta’awun ini dalam kehidupan sehari-hari, maka kita akan senantiasa peduli
terhadap kesulitan orang lain dan berusaha sedapat mungkin untuk menolongnya.
Jika kita suka menolong orang maka kita pun akan ditolong orang. Mungkin orang
yang menolong itu adalah orang yang pernah kita tolong, atau mungkin juga orang
yang menolong kita adalah orang yang tidak pernah kita tolong atau tidak pernah
kita kenal. Sebaliknya jika kita tidak pernah menolong orang, maka kit pun
tidak pernah ditolong orang
2. Akhlaq Tercela
a. Ujub
Ujub menurut bahasa adalah
keheranan. Sedangkan menurut istilah adalah sikap/ prilaku bermegah
diri/berbangga diri. Orang yang yang berprilaku ujub beranggapan bahwa segala
kesuksesan yang di raih, seperti harta yang berlimpah, kepandaian yang tidak
tertandingi, dan pangkat yang tinggi semata-mata karena hasil usaha serta
kehebatan dirinya. Semua itu ia pikir, ia raih tanpa bantuan dari siapapun
termasuk Allah. Orang yang bersikap / berprilaku ujub biasanya selalu merasa
dirinya besar, selalu benar, tidak pernah salah atau keliru, karenanya tidak
bisa menerima kritik orang lain.
b. Takabbur
Takabbur adalah sikap perilaku
membesarkan diri dan tidak menerima kebenaran serta memandang kecil atau rendah
terhadap orang lain. Dalam bahasa Indonesia perkataan takabur sama dengan
sombong. Sikap/perilaku takabur termasuk akhlak tercela dan wajib dijauhi oleh
setiap muslim muslimah.
Sifat sombong dibagi menjadi
kesombongan batin dan kesombongan zhahir Kesombongan
batin adalah kesombongan yang terdapat dalam jiwa (hati), sedangkan kesombongan
zahir adalah kesombongan yang dilakukan anggota zahir, karena tingkah laku
seseorang merupakan akibat dari apa yang terjadi di hatinya. Kesombongan batin
akan memaksa anggota tubuh untuk melakukan hal-hal yang bersifat sombong, maka
apabila hanya menyimpan di dalam hati tanpa ada tindakan disebut dengan kibr
(sifat sombong).
Contoh-contoh perbuatan takabur::mau
bergaul dengan orang sederajat, misalkan sama kayanya, pandainya dan
kedudukannya, menganggap bahwa perbuatannya itu selalu benar,tidak
memperdulikan orang lain,mudah emosi jika pendpatnya tidak diikuti orang lain
Dampak dari perbutan takabur /Orang
yang memiliki sifat sombong tidak menyadari bahaya yang dapat di timbulkan dari
sifat ini. Rasulullah bersabda :
“Tidak akan masuk surga (memperoleh
kebahagiaan) orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebesar
semut”. (HR. Muslim)
Sifat sombong terdapat persoalan, pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini. Tetapi pengobatannya adalah dengan ilmu dan amal. Karena penyakit ini tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu. Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.
Sifat sombong terdapat persoalan, pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini. Tetapi pengobatannya adalah dengan ilmu dan amal. Karena penyakit ini tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu. Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.
Cara menghindari sikap takabur
yaitu : Selalu melihat yang bawah dalam hal dunia,tidak mudah meremehkan orang
lain,berkeyakinan bahwa di atas kita ada yang lebih kuasa,berusaha menjadi
orang yang lebih bersyukur
c. Malas belajar dan malas bekerja
Malas belajar/bekerja adalah sikap
tercela. Karena mempeajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan mencari rizki
yang halal hukumnya adalah wajib. Sifat malas adalah sifat nafsu yang tidak
dapat melihat kemaslahatan kedepan dan keinginannya adalah keenakan sesaat
tanpa melihat akibatnya, sehingga walaupun orang itu baik,sukses, tetapi banyak
yang gagal karena kemalasan. Oleh karena itu malas belajar dan malas bekerja
merupakan prilaku tercela yang mendatangkan kerugian
C. Macam- macam Metode Peningkatan
Kualitas Akhlak
Menurut Al Ghazali, pengembangan
pribadi pada hakikatnya adalah perbaikan akhlak, dalam artian
menumbuh-kembangkan sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan sekaligus menghilangkan
sifat-sifat tercela (madzmummah) pada diri seseorang. Akhlak
manusia benar-benar dapat diperbaiki, bahkan sangat dianjurkan sesuai sabda
Rasulullah SAW “Upayakan akhlak kalian menjadi baik” (Hassinuu akhlaqakum). Al
Ghazali menaruh perhatian besar pada masalah akhlak serta mengemukakan berbagai
metode perbaikan ahlak. Metode peningkatan ahlak yang beliau ungkapkan dalam
berbagai buku beliau dapat dikelompokkan atas tiga jenis metode yang berkaitan
satu dengan lainnya yang oleh penulis makalah ini dinamakan:
1.
Metode Taat Syari’at
Metode ini berupa pembenahan diri, yakni membiasakan diri
dalam hidup sehari-hari untuk melakukan kebajikan dan hal-hal bermanfaat sesuai
dengan ketentuan syari’at, aturan-aturan negara, dan norma-norma kehidupan
bermasyarakat. Disamping itu berusaha untuk menjauhi hal-hal yang
dilarang syara’ dan aturan-aturan yang berlaku. Metode ini sederhana dan dapat
dilakukan oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya akan berkembang
sikap dan perilaku positif seperti ketaatan pada agama dan norma-norma masyarakat,
hidup tenang dan wajar, senang melakukan kebajikan, pandai menyesuaikan
diri dan bebas dari permusuhan.
2. Metode Pengembangan Diri
Metode yang bercorak psiko-edukatif ini didasari oleh
kesadaran atas kekuatan dan kelemahan diri yang kemudian melahirkan keinginan
untuk meningkatkan sifat-sifat baik dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat
buruk. Dalam pelaksanaannya dilakukan pula proses pembiasaan
(conditioning) seperti pada “Metode Taat Syari’at” ditambah dengan upaya
meneladani perbuatan dari pribadi-pribadi yang dikagumi. Membiasakan diri
dengan cara hidup seperti ini secara konsisten akan mengembangkan
kebiasaan-kebiasaan dan sifat-sifat terpuji yang terungkap dalam kehidupan
pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Metode ini sebenarnya mirip dengan metode
pertama, hanya saja dilakukan secara lebih sadar, lebih disiplin dan intensif
serta lebih personal sifatnya daripada metode pertama.
- Metode Kesufian
Metode ini
bercorak spiritual-religius dan bertujuan untuk meningkat kan kualitas pribadi
mendekati citra Insan Ideal (Kamil). Pelatihan disiplin diri ini menurut Al
Ghazali dilakukan melalui dua jalan yakni al-mujaahadah dan al-riyaadhah. Al
Mujaahadah adalah usaha sungguh-sungguh untuk menghilangkan segala hambatan
pribadi (harta, kemegahan, taklid, maksiat). Al-Riyaadhah adalah latihan
mendekatkan diri pada Tuhan dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas
ibadah. Kegiatan sufistik ini berlangsung dibawah bimbingan seorang Guru yang
benar-benar berkualitas dalam hal ilmu, kemampuan dan wewenangnya sebagai
Mursyid.
Diantara ketiga metode tersebut,
metode kesufian dianggap tertinggi oleh Al Ghazali dalam proses peningkatan
derajat keruhanian, khususnya dalam meraih ahlak terpuji.
D. Penerapkan Metode Peningkatan Kualitas
Akhlak Dalam Kehidupan.
1. Metode syari’at
·
Membiasakan diri untuk selalu melakukan kebaikan dan
menjauhi yang di larang syara’
·
Menjauhi permusuhan
·
Membiasakan diri untuk menyesuaikan dengan lingkungan
2. Metode pengembangan diri
·
Berupaya meneladani perbuatan-perbuatan terpuji dari pribadi-pribadi
yang di kagumi
·
Membiasakan konsisten untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan
terpuji dan menghilangkan sifat-sifat tercela yang ada pada diri
·
Berusaha meningkatkan potensi-potensi baik yang ada pada
diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
3. Metode kesufian
·
Membiasakan bersifat zuhud
·
Melakukan riyaadhah / mendekatkan diri pada tuhan
·
Meningkatkan kualitas ibadah
.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
penjelasan mengenai
pembahasan di atas, penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut
:
1. akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Akhlak
merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba
2. Ibadah adalah perkara tauqifiyah
yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan
Al-Qur-an dan As-Sunnah.
B. Saran
Melalui
makalah ini, penulis akan memberikan saran kepada pembaca mengenai pembahasan yang
terkait dengan makalah sebagai berikut :
1.
Sebaiknya kita
lebih giat mempelajari akhlaq dan ibadah.
2.
Kita harus
senantiasa menjujung tinggi agama islam sehingga masyarkat bisa bepandangan
positif mengenai islam melalui akhlaq.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar