Sabtu, 07 November 2015

TEORI KONSUMSI DAN PERILAKU KONSUMEN

TEORI KONSUMSI DAN PERILAKU KONSUMEN





Makalah Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kulia
Ekonomi Mikro Semester III Program Studi Ekonomi Syariah
Kelompok 6 Sekolah Tinggi Agama Islam
 Negeri (STAIN) Watampone


Oleh



KASMIA
AKMAL MUSTAKMAL
DUWI PUJI RAHAYU
ROSLINA




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) WATAMPONE
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat merampungkan makalah ini sebagai tugas mata kuliyah Ekonomi Mikro pada semester III.
Mengingat kemampuan penulis sangat terbatas, maka penyelesaian makalah ini tidak luput dari hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan. Akan tetapi, penulis mendapatkan bantuan dari Dodsen mata kuliyah Ekonomi Mikro sehingga hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan itu dapat teratasi.     
Oleh karena itu penulis menyampaikan terimah kasih atas bantuan dan dukungan yang  telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu saja jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis akan meminta maaf atas kekurangan dan berterima kasih seandainya ada koreksi dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan makalah ini kepada para pembaca yang berminat dengan harapan semoga bermanfaat adanya.

Watampone,    November  2014

                                                                                          Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                                 i
KATA PENGANTAR                                                                                               ii
DAFTAR ISI                                                                                                              iii
I        PENDAHULUAN                                                                                            1
A.    Latar Belakang                                                                                             1
B.     Rumusan dan Batasan Masalah                                                                   1
II      PEMBAHASAN                                                                                               3
A.    Prinsip konsumsi Islam                                                                                3
B.     Perbedaan antara teori konsumsi konvesional dengan                                
teori konsumsi Islam                                                                                    5
C.     Perilaku konsumen konvensional dan perilaku konsumen
menurut perspektif Islam                                                                             10
D.    Penentuan pilihan konsumen                                                                       13
III     PENUTUP                                                                                                         16
A.    Kesimpulan                                                                                                  16
B.     Saran                                                                                                            16
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                18


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu indikator suatu perusahaan yang berdaya saing tinggi terhadap perusahaan lain ialah memiliki pendapatan rata-rata yang lebih tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pendapatan usaha, produsen dituntut untuk mengetahui berbagai macam faktor pemicu peningkatan biaya atau pendapatan.
Salah satu faktor pemicu perubahan pendapatan perusahaan ialah tingkat konsumsi dan perilaku konsumen. Konsumsi merupakan pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan agar  memperoleh kepuasan.
Barang-barang yang di produksi  digunakan oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi. Kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan produksi muncul karena ada jarak antara konsumsi dan produksi.
Perilaku konsumen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat profit sebuah perusahaan. Perilaku konsumsi masyararakat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya pendapatan, selera, kualitas dan harga.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.    Apa prinsip konsumsi Islam?
2.    Bagaimana perbedaan antara teori konsumsi konvesional dengan teori konsumsi Islam?
3.    Bagaimana perilaku konsumen konvensional dan perilaku konsumen menurut perspektif Islam?
4.    Bagaimana cara menganalisis penentuan pilihan konsumen?
2. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip konsumsi menurut perspektif Islam. Selain itu, makalah ini juga akan membahas tentang perbedaan teori konsumsi konvensional dengan teori konsumsi Islam dan perbedaan perilaku konsumen konvensional dan perilaku konsumen Islam. Di samping itu hal-hal tersebut, makalah ini akan membahas pula mengenai cara menganalisis penentuan pilihan konsumen.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Konsumsi Islam
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut.
Prinsip konsumsi menurut perspektif Islam adalah
1.      Prinsip Halal
‘Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain Allah.’[1]
Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S Al baqarah 173
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَآأُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَن اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورُ رَّحِيمٌ
Artinya­:                                                                                              
            Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembeli disebut nama selain Allah, tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2.      Prinsip Kebersihan
‘Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat’[2]
3.      Prinsip Kesederhanaan
‘Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.’[3]
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam, tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya dan perbuatan adil sesuai dengan itu yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
B. Perbedaan Teori Konsumsi Konvensional dengan Teori Konsumsi Islam
            Sebelum beralih pada perbandingan teori konsumsi konvensional dan teori konsumsi Islam, terlebih dahulu memahami beberapa teori konsumsi secara garis besar.
1.      Teori Konsumsi John Maynard Keynes
‘Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas.’[4]

Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
2.      Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman)
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah :
a.       Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
b.      Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
3.         Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
‘Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.’[5]
Karena orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.
4.         Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
‘James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi brtambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya.’[6]

Perbedaan antara teori komsumsi konvensional dengan teori konsumsi Islami, yaitu :
a.       Perbedaan kebutuhan dan keinginan
Dalam pemahaman teori konvensional disebutkan yang menjadi penggerak dasar konnsumsi adalah keinginan (want) sehingga tercapailah kepuasan maksimum atau yang disebut maximum utility. Jika dilihat dari teori tersebut hal itu berbeda jauh dari teori yang berada dalam perspektif Islam. Dalam teori konsumsi Islami disebutkan bahwa yang menjadi penggerak dasar konsumsi adalah motif pemenuhan kebutuhan (need) untuk mencapai manfaat yang maksimum (maximum maslahah).
b.      Perbedaan maslahah dan utility
Telah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan konsumsi seorang muslim bukanlah mencari utility, melainkan mencari maslahah. Antara konsep utility dan maslahah sangat berbeda dan bertolak. Menurut Hendri ada empat hal yang membedakan antara utility dan maslahah,
Pertama, maslahah relatif objektif karena bertolak pada pemenuhan need, karena need ditentukan berdasarkan pertimbangan rasional normatif dan positif. Sedangkan dalam utilitas orang mendasarkan pada kriteria yang bersifat subjektif karenanya dapat berbeda diantara orang satu dengan orang lain.
Kedua, masalahah individual akan relatif konsisten dengan maslahah sosial, sementara utilitas individu sangat mungkin berbeda dengan utilitas sosial. Hal ini terjadi karena dasar penentuanya yang lebih objektif sehingga lebih mudah di perbandingkan, dianalisis, dan diesuaiakan antara satu orang dengan orang lain, antar individu dan sosial.
Ketiga, jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen dan distributor, maka arah pembanngunan ekonomii akan menuju pada titik yang sama yaitu penigkatan kesejahteraan hidup. Ini akan berbeda dengan utilitas, dimana konsumen akan mengukurnya dari pemenuhan want-nya, sementara produsen dan distributor yang mengukur dengan mengedepankan keuntungan yang diperoleh.
Keempat, maslahah merupakan konsep yang lebih terukur (accountable) dan dapat di perbandingkan (comparable) sehingga lebih mudah disusun prioritas dan pentahapan dalam pemenuhanya. Hal ini akan mempermudah perencanaan alokasi anggaran serta pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, untuk mengukur tingkat utilitas dan membandingkanya antara satu orang dengan orang lain tidaklah mudah karena bersifat relatif.
c.       Perspektif tentang etika dan norma konsumsi Islami
Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis benda ekonomi merupakan subtitusi sempurna bagi benda ekonomi lainya sepanjang memberikan utilitas yang sama. Hal ini berakibat anggaran yang dialokasikan untuk mengkonsumsi apa saja sepanjang utilitasnya maksimum.
Dalam perspektif Islam, antara benda ekonomi yang satu dengan yang lainya bukan merupakan subtitusi sempurna, terdapat benda yang lebih berharga dan bernilai sehingga akan diutamakan dibandingkan pilihan konsumsi lainya. Sebaliknya, terdapat benda ekonomi yang kurang atau tidak bernilai bahkan terlarang, maka akan dijauhi. Preferensi konsumsi Islami berprinsip pada tiga pola, dan pola-pola tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Mengutamakan akhirat dari pada dunia
Seorang muslim pada hakekatnya akan dihadapkan pada pilihan diantara mengkonsumsi benda ekonomi yang bersifat duniawi dan besifat ibadah. Konsumsi untuk ibadah akan mempunyai nilai tinggi karena orientasinya kepada falah (kebahagiaan) yang akan mendapatkan pahala dari Allah, sehingga akan berorientasi pada kehidupan akhirat kelak. Konsumsi untuk ibadah pada hakekatnya adalah konsumsi untuk masa depan (future consumption), sementara konsumsi duniawi adalah konsumsi untuk masa sekarang (present consumption). Semakin besar konsumsi untuk ibadah maka semakin tinggi pula falah (kebahagiaan) yang akan dicapai, demikian pula sebaliknya.
Seorang muslim yang rasional (yang beriman) akan mengalokasikan anggaran lebih banyak dalam konsumsi untuk ibadah dibandingkan konsumsi duniawi karena tujuanya adalah maksimalisasi falah. Dengan maksimalisasi falah maka ia akan mendapatkan utilitas yang jauh lebih bernilai dibandingkan dengan utilitas yang diperoleh dari duniawi.
2)      Konsisten dalam prioritas dan pemenuhanya
Ada beberapa hal yang menjadi ukuran bagi manusia dalam pemenuhan sebuah kebutuhan. Dalam hal ini adalah tentang prioritas-prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. Para ulama membagi prioritas ini menjadi tiga bagian, yaitu: al haajat adh dharuriyah, al haajat al hajiyyah serta al haajat al tahsaniyah.
Al haajat adh dharuriayah merupakan suatu keadaan dimana suatu kebutuhan wajib dipenuhi dengan segera. Jika diabaikan, maka akan menimbulkan resiko membahayakan eksistensi manusia. Contoh: makan dua kali sehari.
Al haajat al hajiyyah merupakan suatu keadaan dimana suatu kebutuhan jika dipenuhi akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan nilai tambah (add values). Contoh: makan secukupnya dan kualitas gizi yang cukup.
Al haajat al tahsaniyah merupakan suatu keadaaan dimana jika dipenuhi akan meningkatkan kepuasan atau kenikmatan. Meskipun mungkin tidak menambah efisiensi, efektifitas dan nilai tambah (add values). Contoh: makan sesuai selera.
3)      Memperhatikan etika dan norma
Pada dasarnya etika dan norma dalam berkonsumsi adalah sebagai landasan untuk seorang muslim dalam pengimplementasiannya.
C. Perilaku Konsumen Konvensional dan Konsumen Islam
1. Perilaku Konsumen dalam Pandangan Konvensional
Teori perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian, pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh penguasa adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya.
Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisis mengenai perilaku konsumen dalam teori ekonomi konvensional:
·         Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan.
  • Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat.
  • Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.
  • Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
·         Konsumen tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal adalah jumlah dimana MU = P.
2.        Perilaku Konsumen dalam Pandangan Islam
Pada kenyataannya, kepuasan dan perilaku konsumen dipengaruhi oleh hal-hak sebagai berikut :
·         Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
  • Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli dari income konsumen dan ketersediaan barang dipasar.
·         Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, adat istiadat.
Pada tingkatan praktis, perilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang kemudian membentuk kecenderungan perilaku konsumsi di pasar. Tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi yaitu:
·         Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi: mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
  • Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat individualistis.
  • Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness): ego, keinginan dan rasionalisme.
D. Cara Menganalisis Penentuan Pilihan Konsumen
Utilitas (Utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengkonsumsi barang. Utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif penggunaanya. Utilitas total (total utility/TU) adalah manfaat total yang diperoleh dari seluruh barang yang dikonsumsi, utilitas marginal (marginal utility/MU) adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah konsumsi sebanyak satu unit. Utility terbagi dalam 2 teori, yaitu pendekatan utilitas dan pendekatan indeferensi.
1.         Pendekatan Utilitas
Pendekatan utilitas menganggap bahwa kepuasan konsumen yang diperoleh dari pengkonsumsian barang-barang dan jasa yang dapat diukur dengan cara yang sama seperti ukuran berat atau tinggi badan seseorang. Tingkat kepuasan konsumen terdiri dari dua konsep yaitu kepuasan total (total utility) dan kepuasan tambahan (marginal utility). Kepuasan total adalah kepuasan menyeluruh yang diterimah oleh individu dari mengkonsumsi sejumlah barang atau jasa. Sedangkan kepuasan tambahan adalah perubahan total perunit dengan adanya perubahan jumlah barang atau jasa yang dikinsumsi.
Sebagaimana dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Jadi, kepuasan konsumen itu semakin menurun yang dilihat dari Marginal Utilitynya.  Sedangkan Grafik pendekatan Kardinal sebagai berikut.
Dalam pendekatan kardinal, yang digunakan adalah pendekatan Guna Batas (Marginal Utility, MU). MU adalah tambahan kepuasan sebagai akibat bertambahnya satu satuan barang yang dikonsumsi. Semakin banyaknya barang yang dikonsumsi maka daya guna marginal (tambahan kepuasan) semakin berkurang, bahkan setelah mencapai titik tertentu menjadi negatif.
2.        Pendekatan Kurva Indeverensi
Dalam ilmu ekonomi, kurva indeverensi menggambarkan tingkat kepuasan anatara dua produk yang sifatnya sama-sama disukai oleh konsumen. Kurva ini memperlihatkan semua kombinasi pemilik produk yang memberikan kepuasan yang maksimum.
Untuk menggambarkan kurva kepuasan sama perlu dimislakan bahwa seorang konsumen hanya akan membeli dan mengkonsumsi dua macam barang saja.


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Prinsip konsumsi menurut perspektif Islam, yaitu prinsip halal, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati dan moralitas.
2.      Perbedaan teori konsumsi konvensional dan Islam terletak pada perspektif kebutuhan dan keinginan, maslahah dan utility serta etika dan norma konsumsi.
3.      Perilaku konsumsi konvensional dipengaruhi oleh kelangkaan dan terbatasnya pendapatan, perbandingan biaya dan manfaat, adanya barang substitusi serta hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Sedangkan perilaku konsumsi Islam dilatarbelakangi oleh tingkat keimanan seseorang.
4.      Cara menganalisis penentuan pilihan konsumen dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan utilitas dan pendekatan indeferensi.
B. Saran
Melalui makalah ini, penulis akan memberikan saran terkait dengan perilaku konsumsi, yaitu :
1.      Sebagai umat Islam, hendaknya dalam setiap aktifitas ekonomi yang dilakukan didasarkan pada akidah, syriat dan akhlak yang telah diajarkan dalam agama Islam.
2.      Hendaknya kita melakukan kegiatan konsumsi dengan diilhami oleh nilai-nilai Islam dan berorientasi maslahah dan falah (kebahagiaan dunia akhirat).

3.       
DAFTAR PUSTAKA

Chaundy, Muhammad Sharif,  Sistem Ekonomi Islam cet. 1; Surabaya : Kencana, 2012.

Putong, Iskandar , Economics cet. 5; Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.



[1] Muhammad Sharif Chaundy,  Sistem Ekonomi Islam ([cet. 1; Surabaya : Kencana, 2012), h. 137.

[2] Ibid, h. 138.
[3] Ibid.
[4] Iskandar Putong, Economics (cet. 5; Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 352.
[5] Ibid. h. 349
[6] Ibid, h. 350.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut