Sabtu, 07 November 2015

KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM

KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM





Tugas Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kulia Prinsip Prinsip Ekonomi Islam pada Semester V Program Studi Ekonomi
Syariah Kelompok 6 Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Watampone


Oleh



KASMIA
SRI WAHYUNI
SYAHRIZAL EKA PUTRA








SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) WATAMPONE

2015

A. Pendahuluan
            Di era moderen sekarang kita sedang disibukkan membangun sesuatu di segala bidang, termasuk bidang aqidah. Sudah tiba masanya bagi kita umat islam untuk memurnikan kembali aqidah, mengembalikan aqidah itu persis menurut apa yang diajarkan oleh Rasulullah.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama dan diterimanya suatu amal.
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
B. Pembahasan
1. Aqidah dan Ekonomi
            ‘Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata aqada-yaqidu-aqdan-aqidatan. Aqdan  berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah berbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevans antara kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.’[1]
            ‘Menurut abu bakar jabir al-jazairy aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah (kebenaran). Itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati (serta) diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran.’[2]
            ‘Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja purapura meyakni sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketentraman jiwa karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran ,dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.’[3]
            Sumber aqidah islam adalah al-quran dan sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh allah dalam al-quran dan oleh rasulullah dalam sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan). Akal fikiran tidaklah menjadi sumber aqidah tapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Akal tidak akan mampu menjangkau masail ghaibiyah (masalah ghiab), bahkan akal tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Misalnya akal tidak akan mampu menjawab pertanyaan kekal itu sampai kapan?
Sebenarnya akidah itu hanya satu, yaitu meyakini tentang keesaan Allah, dan adanya pembalasan dari yang maha Ghaib. Penyelewengan akidah itu banyak bentuknya, tapi di negeri kita ini yang di anggap paling berbahaya hanya empat yaitu, paham syirik, tahayul, khufarat dan paham kebatinan.’[4]
            ‘Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan denngan upaya manusia secara perseorngan (pribadi), kelompok (keluarga,suku bangsa, organsasi) dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber yang terbatas.’[5]
           
Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang di butuhkan manusia. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama. Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi, dan distribusi.’[6]
Apa hubungannya antara aqidah dan ekonomi? landasan aqidah akan membimbing kita dalam berperilaku individu dalam aktifitas ekonomi untuk selalu yakin bahwa segala yang dilakukan akan mendapatkan konsekuensi yang dipertanggungjawabkan. Aqidah yakni memberikan keyakinan bahwa sistem ekonomi Islam jika dilakukan akan mendapat pahala dan jika dilanggar maka akan mendapat dosa.
2. Mengenal Allah
‘Allah adalah awal, sebelum awal itu memulai menggelar dirinya. Allah adalah akhir ketika yang akhir itu menggulung dirinya. Allah tegak sendirian ketika semuanya bangkrut karena Allah adalah sumber kehidupan alam semesta.’[7]
‘Jalan untuk mengenal tuhan adalah dengan tuhan. Salah satu hadis yang mengatakan “aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin diketahui siapa aku, maka kuciptakanlah makhlukku. Maka dengan akulah mereka mengenal aku. Hadis diatas adalah hadis yang melukiskan bahwa allah menciptakan makhluknya agar ia dikenal oleh makhluknya. Kemudian disadari bahwa penciptaan manusia bukan merupakan pekerjaan iseng tuhan atau pekerjaan yang siasia. Justru penciptaan alam semesta dan isinya merupakan penciptaan allah yang maha besar.’[8]
‘Allah adalah sumber, barang siapa yang memberi karena allah, menolak karna allah,  mencintai karena allah, membeci karena allah dan menikahi karena allah, maka sempurnahlah imannya. Karena segala yang kita lakukan karena allah. Ketika allah mulai menciptakan kehidupan di  bumi muncullah makhluk manusia, yaitu dari kita ini, kita menjadi makhluk yang tak mungkin dipisahkan dari tuhan semesta alam. Itulah sebabnya setiap kita memulai suatu aktivitas selalu menyebut basamalah.’[9]
Mengenal allah maka kita harus memperbaiki hubungan kita dengan allah, untuk mencapai hubungan itu kita senantiasa berdzikir menyebut asma Allah. Ketika kita mantap untuk melakukan suatu keputusan, kita ingat allah. Akhirnya, ketahuan bahwa usaha hidup kita sehari hari adalah menjalin hubungan dengan tuhan tetap utuh, dekat dan menyenangkan.
Mengenal diri itu adalah “Kunci” untuk Mengenal Allah.   Hadis mengatakan : MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA RABBAHU (Siapa yang kenal dirinya akan Mengenal Allah)
Jika anda tidak kenal diri sendiri, bagaimana hendak tahu hal-hal yang lain?  yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir , tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain.  karena mengenal semua hal itu tidak akan membawa kita mengenal Allah, dan bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda yaitu bila lapar anda makan,  bila dahaga anda minum,  bila marah anda memukul dan sebagainya.  Jika anda bermaksud demikian,  maka binatang itu sama juga dengan anda.  yang dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu ialah: Apakah yang ada dalam diri itu? Dari mana kita datang? Kemana kita pergi? Apakah tujuan kita berada dalam dunia fana ini?
            Tidak hanya itu untuk mengenal Allah kita harus Mengenal keberadaan Allah, Mengenal keesaan rububiyah Allah, Mengenal keesaan uluhiyah Allâh (hak Allâh untuk diibadahi), Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla
Seorang Arab Baduwi ditanya, “Apakah bukti tentang adanya Allâh Azza wa Jalla?” Dia menjawab, “Subhânallâh (Maha Suci Allâh)! Sesungguhnya kotoran onta menunjukkan adanya onta, bekas telapak kaki menunjukkan adanya perjalanan! Maka langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki jalan-jalan, lautan yang memiliki ombak-ombak, tidakkah hal itu menunjukkan adanya al-Lathîf (Allâh Yang Maha Baik) al-Khabîr (Maha Mengetahui).”
3. Mengenal Rasulullah
Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi sesudah beliau.[10]
Hal itu di tegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Artinya: Muhammad itu sekali-sekali bukan bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasullullah dan penutup Nabi-nabi(khatamun Nabiyyin). Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(Al-Ahzab 33:40).
Nabi muhammad SAW di utus oleh Allah membawa petunjuk yang Abadi dan Rahmat Bagi seluruh alam. Berbeda dengan umat-umat yang terdahulu, yaitu bila mereka minta disegerakan azab, Allah menurunkan azab itu kepada mereka , sedangkan kepada umat Nabi Muhammad karena di sayang dan di kasihnya kepada mereka, di datangkannya terlebih dulu azab yang paling rendah/paling enteng yaitu berupa siksa di dunia, mudah-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar. [11]
Demikian menurut yang di jelaskan-Nya dalam surat al-sajdah, ayat,21:
Artinya: Dan sesungguhnya kami akan rasakan kepada mereka berupa azab yang paling dekat/yaitu azab dunia sebelum datang azab yang paling besar/azab hari kiamat, mudah-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar.
Rasullullah SAW diutus adalah untuk :[12]
a). Mensucikan aqidah kepercayaan, dari seluruh kecemeran syirk dan kepalsuan
b).  Meluruskan akhlaq budi pekert
c). Menyusun dan mengatur amal usaha, ibadat dan muamalat, baik yang mengenai urusan seseorang, maupun yang mengenai urusan umum.
d). Memberi petunjuk dan hidayah ke jalan keselamatan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Sebuah tanda khusus Nabi adalah “penutupan kenabian”, yang menunjukkan kedudukannya sebagai penerima terakhir wahyu ilahi. Ciri itu di lukiskan oleh semua sumber sebagai tonjolan daging atau semacam tahi lalat sebesar telur burung merpati , berwarna hitam dan sedikit kekuningan, yang terletak di antara kedua bahunya. Tangan nabi di lukiskan sejuk dan wangi lebih sejuk dari es dan lebih lembut dari sutera dan dalam semua riwayat keharuman yang keluar dari tubuhnya selalu di beri tekanan. Beberapa wanita yang dekat dengannya di yakni telah mengumpulkan keringatnya untuk di gunakan sebagai parfum.......’
‘.......Lepas dari keyakinan akan wanginya bau tubuh nabi, timbul suatu legenda yang menarik. Dalam perjalanannya ke langit, ketika dia sedang menuju keharibaan ilahi, beberapa tetes keringatnya jatuh ke bumi, dan dari tetesan-tetesan itu muncullah bunga mawar pertama yang berbau wangi. Dengan demikian orang yang beriman masih dapat menikmati bau tubuh Nabi dari wanginya bunga mawar, seperti yang di lagukan Rumi dalam syairnya yang termasyhur untuk menghormati bunga mawar.......’[13]
Nabi Muhammad saw adalah Nabi yang memberi syafa’at kepada semua makhluk. Nabi yang mempunyai kedudukan terpuji. Dengannyalah orang hidup berbahagia dan sejahtera semenjak adanya orang dalam periode pertama sampai orang terakhir lahir ke dunia ini. Dialah pemberi syafaat terbesar, berkuasa dan menempati kedudukan tertinggi di sisi Allah SWT. Muhammad menempati kedudukan tertinggi di antara sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul. Syafaat dan doanya ditujukan kepada orang-orang yang ikut menolong dan mendoakannya. Barang siapa yang mendoakan dan mensyafaatkan Nabi saw. Sekarang ini, bertawasul kepada Allah sebagaiman yang di lakukan oleh sahabat Nabi, maka dia akan disyafaa’atkan dan didoakan pula oleh Nabi nanti pada hari kiamat.’[14]

4. Konsekuwensi Akidah
‘Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan di terima oleh Allah SWT kalau tidak di landasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah di namai berakhlak mulia bila tidak memiliki aqidah yang benar. Begitu seterusnya bolak-balik dan bersilang.’[15]
Konsekuwensi aqidah yaitu mempu membuat kita berpandangan luas. Menurut al-Maududi, orang yang memiliki aqidah benar tidak mungkin mempunyai pandangan yang sempit karena dia percaya kepada yang Menciptakan langit dan bumi, Pemilik alam semesta, Pemilik barat dan timur, Pemberi rezeki dan Pendidik makhluk
Selaian itu terikat dan patuh pada peraturan Allah. Akidah yang benar akan menjadikan manusia terikat dan patuh pada undang-undang Allah.  Orang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segala sesuatu.  Allah lebih dekat kepada diri mereka daripada urat leher mereka sendiri. Orang beriman yakin apabila mereka melakukan sesuatu perbuatan di dalam gelap ataupun terang, Allah tetap mengetahui.  Apabila terlintas dalam hatinya sesuatu yang tidak baik, Allah tetap mengetahui.  Walaupun dia dapat menyembunyikan perbuatannya daripada orang lain, dia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah.  Walaupun dia dapat melepaskan dirinya dari berbagai kekuatan, dia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah. 
Semakin kukuh akidah ini melekat dalam jiwa seseorang, semakin tekun ia mengikuti hukum Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia bergegas menuju kebajikan dan mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah dimanapun berada.  Di hadapan matanya senantiasa terbayang pengadilan tinggi dan tidak ada orang yang dapat melepaskan diri daripada pemeriksaan-Nya. 

C. Penutup
Simpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai pembahasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Aqidah yakni memberikan keyakinan bahwa sistem ekonomi Islam jika dilakukan akan mendapat pahala dan jika dilanggar maka akan mendapat dosa.
2.      Mengenal diri sendiri adalah kunci mengenal Allah, Tidak hanya itu untuk mengenal Allah kita harus Mengenal keberadaan Allah, Mengenal keesaan rububiyah Allah, Mengenal keesaan uluhiyah Allâh (hak Allâh untuk diibadahi), Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla
3.      Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi sesudah beliau.
4.       Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan di terima oleh Allah SWT kalau tidak di landasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah di namai berakhlak mulia bila tidak memiliki aqidah yang benar. Begitu seterusnya bolak-balik dan bersilang




Daftar Pustaka
Danarto, Gerak Gerik Allah, (cet. 2 ; Surabaya : Risalah Gusti, 1999), h. 2.
Halimuddin, Kembali Kepada Akidah Islam, cet. 1 ;Jakarta :Rineka Cipta, 1990.
Hasbi, M ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, cet. 7 ; Jakarta : PT Karya Unipress, 1994), h. 15.

Ilyas, Yunahar  , Kuliah Aqidah Islam, cet. 7 ; Yogyakarta : LPPI, 2002.
Muhammad, Ahmad Al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, cet. 1 ; Bandung : CV Pustaka Setia, 1999.

Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, cet. 4 ; Jakarta : Kharisma Putra Utama Offest, 2012.

Schimmel,Annemarie, Dan Muhammad Adalah Utusan Allah,c et. 8 ; Bandung ; 2001), h. 55.

Taimiyah, Ibnu, Kemurnian Akidah, cet. 2 ; Jakarta : Bumi Aksara, 1996..
Zainal , KH. Arifin Djamaris, Islam Aqidah & Syariah, cet. 1 ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996.


[1]Yunahar  Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (cet. 7 ; Yogyakarta : LPPI, 2002), h. 1.
[2] Ibid, h, 2.
[3] Ibid, h, 3.
[4] Halimuddin, Kembali Kepada Akidah Islam,(cet. 1 ;Jakarta :Rineka Cipta, 1990), h. ix.
[5] Ahmad Muhammad Al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (cet. 1 ; Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), h. 9.
[6] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (cet. 4 ; Jakarta : Kharisma Putra Utama Offest, 2012), h. 14.
[7] Danarto, Gerak Gerik Allah, (cet. 2 ; Surabaya : Risalah Gusti, 1999), h. 2.
[8] Ibid, h. 3.
[9] Ibid, h. 5.
[10] Yunahar Ilyas, op. cit, h. 142.
[11] KH. Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah & Syariah, (cet. 1 ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 259.
[12] M. Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (cet. 7 ; Jakarta : PT Karya Unipress, 1994), h. 15.
[13] Annemarie Schimmel, Dan Muhammad Adalah Utusan Allah, (cet. 8 ; Bandung ; 2001), h. 55.
[14] Ibnu Taimiyah, Kemurnian Akidah, (cet. 2 ; Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h. 1.
[15] Yunahar Ilyas, op. cit, h. 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut