OBJEK FILSAFAT DAN METODE FILSAFAT
Makalah Ini Diajukan untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Tugas Mata Kulia Filsafat
Umum pada Semester II
Program Studi Ekonomi Syariah Kelompok 6 Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Watampone
Oleh
KASMIA
AISYAH
SURADI
RISKA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
WATAMPONE
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filsafat
berasal dari perkataan Yunani yaitu filos dan sofia yang berarti cinta
kebijaksaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu dapat diartikan
cinta belajar pada umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu (sciences) hanya ada di dalam
apa yang kita sebut sekarang filsafat. Untuk alas an inilah sering dikatakan
bahwa filsafat adalah induk atau ratu ilmu ilmu pengetahuan.
Filsafat
berasal dari kata Yunani Philein, cinta, Sophia, kebijaksaan yakni ilmu yang
aling umum yaitu usaha mencari kebijaksaan asalnya, penjelasan rasional dari
sesuatu, prinsip-prinsip umum yang menerapkan segala fakta, dalam artian tidak
dapat dibedakan denganscience. Secara popular diartikan sebagai ilmu dari pada
ilmu, kritik dan sistematika atau organisasi dari semua ilmu pengetahuan yang
berasal dari ilmu empiris, pelajaran yang rasional, pelajaran biasa atau
dimanapun.
Bertanya
tentang apakah filsafat itu, biasanya sama dengan menanyakan apakah materi atau
objek filsafat itu dan metodenya. Dalam satu
pengertian-pengertian apakah yang di ambil atau dipakai oleh ahli filsafat itu
sebagai materi-jawabaan atas
pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu, segala sesuatu,......” menurut brauner
dan burn, maka arti filsafat dapat dipahami dengan mengetahui apakah objek
filsafat itu, apakah yang diselidiki oleh filsafat. Dengan dasar ini, maka kami
mengangkat tema tentang bagaiamana objek filsafat yang ada pada dunia filosofi.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latarbelakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana
objek filsafat?
2. Bagamana
metode filsafat?
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka makalah ini akan membahas tentang objek filsafat, selain itu
makalah ini membahas metode filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Objek Filsafat
1. Pengertian Objek Filsafat
Objek adalah sesuatu yang merupakan
bahwa dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan.Setiap ilmu
pengetahuan pasti mempunyai objek,yang dibedakan menjadi dua,yaitu objek
material dan objek formal.
Isi filsafat
ditentukan oleh objek apa yang dipIkirkan.
Objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada.
”Objek filsafat itu bukan main luasnya”, tulis Louis Katt Soff, yaitumeliouti
segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia.
Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia
sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan
mungkin ada menurut akal piirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari
keterangan sedalam-dalamnya.
Para ahli
menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek
material dan formal. Objek
material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Sains memiliki objek
material yang empiris. Filsafat menyelidiki objek filsafat
itu juga tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang
objek formal filsafat tiada lain ialah mencari
keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).
Dari uraian
yang tertera diatas, maka jelaslah bahwa:
1. Objek materia filsafat ialah sarwa-yang-ada yang pada garis
besarnya dapat dibagi atas
tiga persoalan pokok, yakni:
1.
Hakekat Tuhan
2.
Hakekat Alam, dan
3.
Hakekat Manusia.
Objek Material adalah objek yang di jadikan sasaran
menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang yang di pelajari oleh ilmu itu.
Objek material filsafat illmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu
pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah
tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.
Objek material dari filsafat ad beberapa istilah dari pada
cendikiawan, namun semua itu sebenarnya tidak ad yang bertentangan,
1) Mohammad Noor Syam berpendapat,
‘Parah ahli membedakan bahwa objek filsafat itu atas objek material dan objek
material filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
2) Podjawijatna berpendapat, objek
material filsafat adalah ada dan yang mungkin ada
3) Oemar Amir Hoesain berpendapat,
masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah karena manusia memiliki
kecenderungan hendak berfikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta,
terhadap segala yang ada dan mungkin ada.
4) H.A Dardiri berpendapat, objek
material itu adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada
dalam kenyataan maupunada dalamkemungkinan.
5) Abbas Hamami M. Berpendapat filsafat
objek materil itu adalah ada yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan,
masalah hidup, masalah manusia,masalah tuhan dan lainnya. Karena untuk
menjadikan satu pendapat tentang tumpuan yang berbeda akhirnya dikatakan bahwa
segala sesuatu yang adalah yang merupakan objek materil.
Setelah meneropong dari beberapa pendapat ahli diatas dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa objek material dari filsafat sangat luas
mencakup segala sesuatu yang ada.
2.
Objek
formal filsafat ialah
usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya
sampai ke akhirya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Objek formal adalah sudut pandang
dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.Objek formal filsafat ilmu
adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebihmenaruh
perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat
ilmupengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu
itu bagimanusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan
ilmu pengetahuanyakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologi.
2.
Penyelidikan
dan pembagian filsafat menurut objeknya
Dalam
buku Filsafat Agama: Titik Temu
Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub dikatakan bahwa
objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah diketahui
bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan
menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1.
Ada Umum
Adalah
menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Erops, Ada Umum ini
disebut “Ontologia” yang
berasal dari kata Yunani “Onontos” yang
berarti ada dan dalam bahasa arab sering menggunakan Untulugia dan ilmu kainat.
2.
Ada Mutlak
Adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib
adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak
berpermulaan dan tidak berpenghabisan dan harus terus ada, karena adanya dengan
pasti. Ia merupakan asal segala sesuatu. Ini disebut Tuhan. Dalam bahasa Yunani
disebut “Theodicea” dan
dalam bahasa arab “Ilah atau Allah.
3.
Comologia
Yaitu
filsafat yang mencari hakikat alam, dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan
bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena
dimungkinkan Allah. Ada tidak mutlak, mungkin ada dan mungkin lenyap
sewaktu-waktu pada suatu masa.
4.
Antropologia
Antropolgia (Filsafat
Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka juga menjadi
objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya
dan apakah pendorong tindakannya. Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropolgia.
5.
Etika
Adalah
filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia
yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang
membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6.
Logika
Logika ialah
filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang terpenting dalam penyelidikan
manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua
penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi maka
tidak akan ada penyelidikan. Oleh karena itu, dipersoalkan apakah manusia
mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran.
B. Metode Filsafat
Istilah
metode berasal dari kata Yunani, methodeuo
yang berarti mengikuti jejak atau mengusut, menyelidiki dan meneliti yang
berasal dari kata methodos dari
akar kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan
suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan
sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang
merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan
menjamin kebenaran yang diraih.
Oleh karena itu,
setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai
dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan
karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua
bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus
ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang
digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat
dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak
metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang
ini.
1. Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
Memang
Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode
untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang
caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga konklusinya
pun menjadi mustahil ( reduction ad
absurdum ).
Zeno
sependapat dengan Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya
di alam semesta ini hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan
plularisme, dengan metode reductio ad
absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat
di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu
jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik
itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan
dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena
itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di
antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.
Parmenides
juga pernah mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalama ada yang lain karena yang ada
senantiasa mengisi seluruh tempat. Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika
ruang kosong itu tidak ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Untuk
membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu, Zeno mengemukakan empat contoh
sebagai berikut :
1)
Dikotomi paradox.
2)
Akhilles, si juara lari.
3)
Anak Panah
4)
Benda yang bergerak bertentangan.
Metode Zeno member nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak
satu pun pernyataam yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode
yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan
metode itu ia telah member dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang
rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari
kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2.
Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Bagi Sokrates, kebenaran objektif yang
hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu pengetahuan
teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih kebajikan karena, menurut
Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan itu harus
tampak lewat tingkah laku manusianyang pantas, yang baik dan terpuji. Untuk
menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode yang
dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.
Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan
kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa
praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang kebenaran
itu, melainkan berupaya untuk menolong untuk mengungkapkan apa yang memang ada
dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil utnuk melakukan
tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang digunakannya pun
disebutnya maieutika tekne
(teknik kebidanan).
3.
Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan perhatiannya pada pada
bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai
ilmu pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah bidang ilmu yang memperoleh
tempat istimewa. Pada umumnya para ahli membagi dialog-dialog Plato ke dalam
tiga periode :
1)
periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan
(inquiry)
2)
periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode
spekulasi/pemikiran (speculation).
3)
periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme,
penilaian dan aplikasi (critism, appraisal, and application).
Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato
ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya bahwa ide yang tertangkap
oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek material yang terlihat oleh mata.
Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi
4.
Metode Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode
yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan
kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan metode deduktif.
Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal khusus.
Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke khusus.
Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam
logika
Inti logika adalah silogisme. Silogisme
merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar
berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles, metode deduksi
merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai kebenaran dan
pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode silogistis
deduktif.
Immanuel Kant
mengatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles sejak semula sudah sempurna
sehingga tidak mungkin bertambah sedikit pun.
5.
Metode Plotinos :Kontemplatif-Mistis
Plotinos
merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato,
khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato.
Karena Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar
pemikiran Plato, filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti
ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai filsafat lainnya.
Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya
walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan
Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem
yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh realitas, termasuk manusia.
Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan doktrin melainkan juga merupakan
suatu jalan kehidupan. Karena itu metode Plotinos disebut metode
kontemplatif-mistis.
6.
Metode Descartes: Skeptis
Filsafat Descartes yang paling terkenal
yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi Descartes, manusia
harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai
kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus
berperan semaksimal mungkin.
Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti,
membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu
kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan
kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan
segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan
jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya
pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat
meragukan segala sesuatu.
7.
Metode Francis Bacon: Induktif
Secara umum dapat dikatakan bahwa
pandangan-pandangan Bacon bersifat praktis, konkret, dan utilitaris. Untuk
mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan penelitian-penelitian yang
empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu sangat
penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena hanya dengan pengetahuanlah
manusia sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional
tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa
logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi
deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu
berkembang dan memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan
dan diganti dengan metode induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan
dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode
induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui
pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas penulis dapat disimpulkan bahwa objek
material filsafat adalah sarwa-yang-ada yang pada garis
besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok, yakni hakekat Tuhan, alam, dan
Manusia. Sedangkan objek fformal filsafat adalah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akhirya) tentang
objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Penyelidikan
dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah sebagai berikut:
1.
Ada Umum adalah menyelidiki apa yang
ditinjau secara umum.
2.
Ada Mutlak adalah sesuatu yang
secara mutlak yakni zat yang wajib adanya.
3.
Comologia yaitu filsafat
yang mencari hakikat alam.
4.
Antropologia (Filsafat Manusia),
karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka juga menjadi objek
pembahasan.
5.
Etika adalah filsafat yang
menyelidiki tingkah laku manusia.
6.
Logika ialah filsafat akal budi
dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Maka
penyelidikan akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.
Dari
keterangan diatas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek
ilmu pengetahuan bila ditinjau secara material dan berbeda bila secara formal
Dalam
hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja
yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang
dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang
benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih.
B. Saran
Ada pun saran dari
kami adalah semoga penemuan-penemuan filsafat di bidang ilmu pengetahuan yang
ada atau pun yang nanti nya akan berkembang lagi dapat di gunakan sebaik
mungkin dan dapat bermafaat bagi semua masyarakat dunia.
DAFTRA PUSTAKA
Sudarto, 1997, Metodologi penelitian
Filsafat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar